Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

(NIK)mati Rencana Tarif Baru KRL, Subsidi Tepat Sasaran atau Mimpi Buruk Baru?

30 Agustus 2024   14:02 Diperbarui: 2 September 2024   07:31 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengguna reguler Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek tentu saja saya concern terhadap isu perubahan skema subsidi tarif yang kemungkinan bakal diperlakukan tahun depan.

Sejumlah media daring nasional, mengabarkan bahwa mulai tahun 2025 mendatang Pemerintah akan mengubah pola subsidi KRL agar lebih efesien dan tepat sasaran, dengan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Jika demikian, besar kemungkinan bakal ada yang berubah dalam skema pentarifannya, dan peluang kenaikan tarif KRL menjadi sangat terbuka.

Perlu diketahui, dalam urusan skema tarif ini yang menentukan bukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Sebagai operator mereka hanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah, dan mungkin ikut memberikan gambaran kondisi terkini dari perkeretapian ulang-alik ini.

Lantas siapa yang bertanggung jawab dalam menentukan skema pentarifan KRL, ya Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan Cq Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).

Dasar DJKA Kemenhub merancang skema pentarifan, yang utama adalah anggaran subsidi yang ditetapkan Pemerintah seperti yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun yang akan berjalan. Subsidi untuk KRL ini disebut dengan Public Service Obligation (PSO).

Subsidi PSO adalah bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah kepada penyedia layanan publik (seperti transportasi umum, listrik, atau BBM tertentu) untuk memastikan bahwa layanan tersebut tetap terjangkau bagi masyarakat, meskipun biaya operasional sebenarnya lebih tinggi dari tarif yang dikenakan kepada pengguna.

Nah, isu penggunaan NIK sebagai basis skema pentarifan KRL muncul setelah dalam Dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025 disebutkan subsidi PSO total untuk tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7,96 triliun.

Alokasi anggaran PSO untuk PT. Kereta Api Indonesia sebagai operator angkutan berbasis rel di Indonesia sebesar Rp4,79 triliun yang akan dipergunakan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan di kelas ekonomi Kereta Api Jarak Jauh (KJJ), Kereta Api jarak sedang dan jarak dekat. 

Lantas, Subsidi PSO Ini juga diperuntukan bagi Kereta Rel Diesel (KRD) ekonomi, Kereta Ekonomi Lebaran dan KRL Jabodetabek, KRL Jogyakarta serta  LRT Jabodetabek.

Khusus untuk KRL, dalam dokumen itu ada catatan yang menerangkan bahwa skema tarifnya akan menggunakan tiket elektronik berbasis NIK bagi pengguna KRL di wilayah aglomerasi Jabodetabek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun