Semua pertanyaan ini, seharusnya bisa dijelaskan Pemerintah sebelum aturannya diterapkan. Mungkin benar tak akan terlalu banyak juga masyarakat Indonesia yang peduli data keuangan pribadi mereka bisa diakses secara leluasa oleh Pemerintah atau bahkan siapapun.
Jangankan masyarakat umum, Aparatur Sipil Negara (ASN) alias pegawai negeri saja tak terlalu peduli juga ketika data pribadi mereka diduga bocor di dunia maya dan dijual seharga 10 ribu US Dollar atau sekitar Rp159 juta, setelah pusat data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dibobol peretas seperti yang kabarnya beredar dua hari belakangan.
Pemerintah perlu memberikan penjelasan yang jelas dan transparan mengenai mekanisme implementasi kebijakan ini, termasuk bagaimana persetujuan nasabah akan diperoleh, dalam kondisi apa DJP dapat mengakses data, dan bagaimana keamanan data dijamin. Sosialisasi yang memadai juga diperlukan agar masyarakat memahami tujuan dan implikasi dari kebijakan ini.
Kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan transparansi keuangan, yang penting untuk pembangunan nasional. Namun, penting juga untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak melanggar hak privasi individu dan diimplementasikan dengan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi.
Pemerintah perlu mencari titik keseimbangan antara kepentingan negara dalam meningkatkan penerimaan pajak dan hak individu atas privasi data mereka. Hanya dengan transparansi, sosialisasi yang memadai, dan implementasi yang hati-hati, kebijakan ini dapat mencapai tujuannya tanpa mengorbankan kepercayaan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H