Rasio tabungan  terhadap pendapatan masyarakat turun menjadi 15,7 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 19,8 persen.
Seiring dengan pengeluaran masyarakat yang naik di tahun 2023 menjadi 76,3 persen, sedangkan pada 2019 angkanya sebesar 68 persen.
Sementara untuk membayar cicilan masyarakat harus membelanjakan 8,8 persen dari total pendapatannya, turun dibandingkan tahun 2019 yang berkisar di angka 12 persen.
Keberadaan kelompok kelas menengah ini menurut Dede, didorong oleh pertumbuhan ekonomi, makanya tak heran jika pertunbuhan kelas menengah tertinggi terjadi dalam rentang waktu antara tahun 2003 -2014 saat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 6-6,5 persen.
Porsi kelas menengah terhadap total jumlah penduduk kala itu naik lebih dari tiga kali lipat. Sayangnya kondisi ini tak dapat dipertahankan, tren penurunan kelas menengah mulai terjadi pada tahun 2019, menjadi 21 persen, sedangkan calon kelas menengah naik menjadi 48 persen.
Tren penurunan terus berlangsung, pada tahun 2023 turun lebih dalam lagi menjadi tinggal 17 persen, sedangkan calon kelas menengah kembali naik menjadi 49 persen.
Padahal dalam waktu bersamaan indikator-indikator ekonomi makro tak jelek juga, malah sangat positif dan reselien seperti diungkapkan di paragraf awal artikel ini.
Apakah lantaran situasi paradoksal ini bisa dianggap bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif ini semu?
Bukan Pertumbuhan Semu, tapi Masalah Struktural
Kondisi ini tidak berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia semu. Angka-angka pertumbuhan dan inflasi mencerminkan realitas ekonomi yang positif. Namun, paradoks ini menyoroti masalah struktural yang perlu diatasi.
Pergeseran struktur lapangan kerja akibat disrupsi teknologi dan globalisasi telah menciptakan ketidakpastian bagi kelas menengah. Banyak yang terpaksa beralih ke sektor informal dengan upah rendah dan perlindungan sosial minim.
Selain itu, instrumen perlindungan sosial bagi kelas menengah masih terbatas. Meskipun bukan kelompok termiskin, mereka tetap rentan terhadap guncangan ekonomi dan sosial. Program-program perlindungan sosial yang ada saat ini belum sepenuhnya menjangkau kebutuhan mereka.