Perceraian, sebuah kata yang mungkin terasa pahit bagi siapa pun yang pernah mengalaminya. Saya sendiri, sebagai orang yang pernah merasakan getirnya perpisahan, memahami betul bagaimana setiap rasa dan langkahnya, dari awal hingga akhir sidang di pengadilan agama, semua terpatri jelas dalam ingatan. hingga akhir dinyatakan sah, resmi bercerai,
Perceraian dalam prespektif saya  tak akan pernah terjadi apabila tidak ada peran serta kedua belah pihak, siapa pun yang mengajukan gugatannya.
Biasanya, perceraian itu timbul karena kesalahan-kesalahan dari salah satu atau kedua belah pihak yang terjadi secara akumulatif. Dari hal kecil, lambat laun membesar hingga kemudian meledak menjadi sebuah bom bernama perceraian.
Mencegah perceraian sebenarnya sangat mungkin dilakukan,  dan banyak sekali  pasangan yang berhasil mempertahankan bahtera rumah tangganya hingga maut memisahkan. Kuncinya sederhana namun sulit untuk dipraktikan , yakni menekan ego masing-masing.Â
Untuk menekan ego, dibutuhkan kesabaran dan saling percaya. Pernikahan bukan tentang siapa yang menang atau kalah, bukan pula ajang mencari benar dan salah.
Perselisihan dan pertengkaran adalah hal biasa dalam rumah tangga. Namun, jika tidak diselesaikan dengan tuntas, perselisihan itu akan menjadi api dalam sekam yang siap berkobar kembali kapan saja. Setiap pertengkaran baru akan mengungkit luka lama, membuat api semakin membara hingga akhirnya menghanguskan bangunan rumah tangga yang tadinya dibangun dengan cinta.
Perceraian itu pada prinsipnya pasti diawali dengan pertengkaran apapun hal yang dipertentangkannya, omong kosong "kami berpisah karena ada perbedaan prinsip" ya kalau memang benar terjadi perbedaan prinsip terjadi,keduanya tak akan nikah, ini setelah berbelas tahun mengikatkan dirinya pada institusi bernama pernikahan dan beranak pinak baru terjadi perbedaan prinsip, kan aneh.
Secara statistik, menurut catatan Mahkamah yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2023 angka perceraian secara nasional mencapai 408.375 kasus.
Apa mayoritas penyebab utamanya, perselisihan dan pertengkaran, dengan jumlah  251.484 kasus atau 61,67 persen dari total kasus perceraian di Indonesia.
Baru kemudian menyusul lantaran masalah ekonomi sebanyak 108.488 kasus, salah satu pihak meninggalkan pasangannya 34.322 kasus, Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 5,174 kasus, dan sisanya karena sebab-sebab lain seperti karena gemar mabuk, judi, h berselingkuh, hingga murtad alias pindah agama.
Sedikit Pendapat Tentang Perceraian
Kepada mereka sudah menikah tapi sedang dalam masa-masa sulit karena berbagai sebab, coba lah kembali belajar untuk lebih sabar dan tekan ego saat menghadapi kondisi pasangan kita masing-masing dengan segala ekosistemnya.
Bagi yang belum menikah, pahami bahwa Menyatukan dua kepala dalam satu atap bukanlah hal mudah. Sadarilah bahwa pernikahan membutuhkan pengorbanan ego dari kedua belah pihak.Â
Sekali lagi,Pernikahan itu bukan tentang kalah dan menang, jangan juga dijadikan sebagai ajang mencari yang benar dan salah.Â
Dan jangan terlalu banyak mendengarkan pendapat orang lain.Penonton itu akan enak banget "bacotnya" wong dia tak ada di lapangan kok, paham situasi dan merasakan apa yang dialaminya
Dan satu hal yang paling penting, ketika memasuki institusi bernama pernikahan berharaplah yang terbaik, tapi harus tetap bersiap untuk yang terburuk.
Setiap kita melangkah dalam hidup ini  pasti ada risikonya, dan risiko terburuk dari pernikahan itu adalah perceraian. Satu-satunya cara yang "pasti" agar terhindar dari perceraian ya jangan menikah.
Pernikahan adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan. Namun, dengan kesabaran, saling percaya, dan kemampuan menekan ego, bahtera cinta dapat terus berlayar mengarungi samudra kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H