Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menuju Rupiah Digital, Tantangan dan Peluangnya

6 Agustus 2024   06:54 Diperbarui: 7 Agustus 2024   10:24 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- rupiah digital. (Kompas.id/Supriyanto)

Bank Indonesia (BI) secara resmi telah meluncurkan cetak biru sistem pembayaran Indonesia 2025-2030, yang merupakan lanjutan dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2019-2025.

Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat acara Bank Indonesia bertajuk Festival Ekonomi Keuangan Digital dan Karya Kreatif Indonesia 2024, Kamis 1 Agustus 2024 yang sempat saya hadiri, akselerasi digitalisasi pembayaran nasional ke depan akan difokuskan pada lima inisiatif utama.

Pertama, modernisasi infrastruktur pembayaran ritel, wholesale, dan data. Kedua, konsolidasi industri pembayaran nasional. Ketiga, inovasi dan akseptasi digital. Keempat, perluasan kerjasama internasional dan terakhir, pengembangan rupiah digital.

Nah, yang menarik dan akan saya bahas dalam tulisan kali ini adalah "Rupiah Digital" yang menurut Gubernur BI, kini sudah masuk dalam tahap finalisasi proof of concept atau validasi konsep.

Dalam tahap ini BI kini sedang menggodok dan mematangkan teknologi apa yang akan digunakan Rupiah Digital nantinya, tersentralisasi atau disentralisasi.

Selain itu BI juga akan terus mengkaji operasional Rupiah Digital untuk kebutuhan wholesale dan retail serta masalah pendistribusiannya.

Untuk memahami lebih lanjut, mari kita mulai dengan mengenal apa itu Rupiah Digital.

Mengutip White Paper Rupiah Digital (Proyek Garuda) BI, Rupiah Dgital atau secara lebih luas disebut Central Bank Digital Currency (CDBC) adalah bentuk digital dari mata uang rupiah yang diterbitkan dan diatur langsung oleh BI. Ini adalah representasi elektronik dari uang kertas dan uang logam yang kita gunakan sehari-hari, tetapi dalam format digital.

Secara sederhana, rupiah digital adalah versi digital dari rupiah yang kita kenal, yang menawarkan kemudahan dan efisiensi dalam bertransaksi di era digital.

Emitennews.com
Emitennews.com

Bagaimana Rupiah Digital Bekerja

Seperti yang tadi diungkapkan di atas, untuk operasionalnya masih terus dikembangkan oleh BI dan sudah masuk dalam tahap finalisasi validasi konsep.

Namun secara umum, operasional atau cara kerja Rupiah Digital akan mirip dengan uang elektronik yang sudah kita kenal, tetapi dengan beberapa perbedaan penting.

Pertama dalam hal penerbitannya, BI sebagai Bank Sentral merupakan satu-satunya pihak yang berwenang menerbitkan Rupiah dalam bentuk apapun termasuk Rupiah Digital.

Berbeda dengan uang elektronik yang kita kenal selama ini, yang diterbitkan oleh berbagai bank dan lembaga keuangan.

Masyarakat luas akan mendapatkan Rupiah Digital dari bank atau lembaga keuangan lainnya dengan cara menukarkan uang tunai atau uang elektronik yang dimilikinya.

Sedangkan bank dan lembaga keuangan mendapatkan Rupiah Digital langsung dari BI selaku penerbit eksklusif Rupiah Digital.

Pola distribusi seperti ini istilah teknisnya disebut two tier system, dari BI ke Wholesaler (bank dan lembaga keuangan) untuk kemudian disalurkan kembali ke retailer dalam hal ini masyarakat.

Nah, masyarakat dapat menyimpan Rupiah Digital yang dimilikinya dalam dompet digital yang disediakan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya. Serupa dengan akun pada aplikasi mobile banking

Teknologi yang akan digunakan dalam proses pencatatannya kemungkinan besar akan menggunakan blockchain agar semua transaksi Rupiah Digital dapat dipastikan keamanannya, transparan, dan data transaksinya pun memiliki integritas.

Rupiah Digital dapat digunakan untuk transaksi daring maupun luring, sama halnya dengan uang tunai dan uang elektronik yang kita kenal selama ini.

Untuk transaksi luring atau langsung bisa dilakukan dengan menggunakan kode QR seperti QRIS atau teknologi NFC (Near Field Communication) yang biasanya terpasang di ponsel.

Setiap transaksi Rupiah Digital yang dilakukan oleh masyarakat nantinya akan dicatat dan diverifikasi menggunakan teknologi blockchain untuk memastikan keamanan dan transparansinya.

Mengenai keamanannya, akan dilakukan secara berlapis, teknologi enkripsi akan digunakan untuk melindungi dompet digital dan transaksi yang dilakukan serta otentifikasi berupa PIN atau biometrik, sidik jari atau pengenalan wajah diperlukan untuk setiap transaksi agar terhindar dari akses yang ilegal.

Selain itu, teknologi blockchain akan kembali digunakan untuk memastikan integritas data transaksi dan mencegah fraud.

Tantangan dan Kesiapan Masyarakat

Proses kerja Rupiah Digital seperti ini mungkin terlihat mudah bagi kalangan yang sudah terbiasa menggunakan sistem pembayaran digital, mereka yang berusia muda yang terlahir sebagai digital savy dan hidup di perkotaan tak akan kesulitan menggunakan Rupiah Digital

Tapi bagaimana dengan mereka yang hidup di pedesaan dan sudah berusia lanjut? Inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam penerbitan Rupiah Digital.

Belum lagi jika bicara akses terhadap internet dan perangkat mobile seperti smartphone yang menjadi prasyarat penting dalam penggunaan Rupiah Digital. Meskipun penetrasi internet di Indonesia terus meningkat, masih ada kesenjangan di beberapa daerah, terutama di wilayah terpencil.

Hal penting lain yang bakal menjadi tantangan dalam penerbitan Rupiah Digital adalah kepercayaan masyarakat atau trust issue dan kebiasaan masyarakat yang sudah sangat terbiasa menggunakan uang tunai dalam transaksi sehari-hari. Mengubah kebiasaan ini membutuhkan waktu dan upaya yang konsisten.

Oleh sebab itu BI dan para stakeholder terkait harus bekerja luar biasa keras untuk membangun kepercayaan publik dan mengubah kebiasaan masyarakat, melalui sosialisasi yang jelas dan transparan mengenai manfaat, keamanan, dan cara penggunaan Rupiah Digital.

Agar kesiapan masyarakat dalam menggunakan Rupiah Digital dan kemungkinan timbulnya berbagai masalah bisa diukur untuk kemudian diantisipasi, BI dan para stakeholder terkait perlu melakukan pilot project di wilayah terbatas untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kesiapan masyarakat dan tantangan yang mungkin akan muncul.

Jangan sampai tingkat adopsi Rupiah Digital rendah seperti yang terjadi pada e-Naira, CDBC-nya salah satu negara di Benua Afrika, Nigeria.

Sampai dengan setahun setelah diluncurkan tahun 2021, tingkat adopsi masyarakat Nigeria terhadap e-Naira, menurut catatan Bloomberg, hanya sekitar 0,5 persen dari jumlah penduduknya. 

Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya antisipasi Bank Sentral Nigeria pada kesiapan infrastruktur penunjangnya serta kurangnya edukasi dan sosialisasi sehingga pemahaman dan kesadaran masyarakat Nigeria tentang keberadaan mata uang digital sangat rendah.

Agar hal ini tak terjadi di Indonesia, antisipasi harus dilakukan secara serius, terukur, dan kolaboratif. BI perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti pelaku usaha jasa keuangan, pemerintah, penyedia layanan pembayaran digital dan layanan internet, juga komunitas, untuk meningkatkan ketersedian infrastruktur pendukungnya dan literasi keuangan serta literasi digital yang pada akhirnya akan mendorong tingkat adopsi Rupiah Digital oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun