Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Opening Ceremony Olimpiade Paris 2024, antara Kemegahan, Kontroversi, dan Pesona Busana Kontingen Indonesia

27 Juli 2024   12:08 Diperbarui: 28 Juli 2024   12:20 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan rangkaian acara Opening Ceremony Olimpiade Paris 2024, meskipun hanya lewat layar kaca, tetap tak menghilangkan vibe gemerlap penuh kemegahan.

Paris, kota cinta dan cahaya, yang malam itu diguyur hujan, menjelma menjadi panggung raksasa bagi perhelatan akbar Olimpiade 2024. Sungai Seine, yang biasanya tenang berbisik, kini bergelora oleh riuh rendah sorak sorai ribuan penonton yang memadati tepiannya. Bendera-bendera dari berbagai penjuru dunia berkibar-kibar, bagai pelangi yang terbentang di atas air.

Tak ada stadion megah yang membatasi pandangan, hanya langit terbuka yang menjadi atap bagi pertunjukan spektakuler ini. Monumen-monumen bersejarah, seperti Menara Eiffel Notre Dame, Musium de Louvre hingga Jardins du Trocadero menjadi saksi bisu dari perayaan olahraga dan persatuan ini.

Tak kurang dari 88 perahu, berlayar perlahan membelah Sungai Seine yang penuh sejarah, para atlet dari berbagai negara berparade dengan bangga. Wajah mereka berseri-seri diterangi oleh cahaya lampu sorot. Mereka adalah bintang-bintang malam itu, simbol harapan dan semangat juang yang menyala di setiap dada.

CNNIndonesia.com
CNNIndonesia.com
Di antara mereka, kontingen Indonesia tampil mencuri perhatian, bukan hanya karena semangatnya, tapi juga karena keelokan busana yang mereka kenakan.

Kontingen Indonesia tampil menawan dengan balutan busana rancangan Didit Hediprasetyo yang terinspirasi dari sosok Raden Saleh, pelukis legendaris yang karyanya menghiasi Rijksmuseum dan Louvre. Perpaduan antara budaya Jawa dan romantisme Eropa tercermin dalam desain yang elegan, membangkitkan semangat persatuan dan nasionalisme

Okezone.com
Okezone.com
Majalah mode top dunia, Vanity Fair Italia bahkan tak segan memuji koleksi busana yang diberi tajuk "Raden Saleh: A Romantic Hero" itu, sebagai "Omaggio alle tradizioni del Paese" yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan "sebuah penghormatan kepada tradisi negeri."

Raden Saleh, pelukis kelahiran Jawa Tengah yang meniti karier di Eropa pada abad ke-19, menjadi inspirasi utama Didit. 

Perjalanan hidup Raden Saleh, dari tanah Jawa hingga ke istana-istana Eropa, seakan menjadi metafora bagi perjalanan Indonesia menuju panggung dunia. Seperti Raden Saleh yang memadukan unsur budaya Jawa dan Eropa dalam lukisannya, Didit pun meramu modernitas dan tradisi dalam balutan busana yang elegan.

Mengutip berbagai sumber informasi yangbsaya dapatkan  Kain tradisional Indonesia, seperti batik dan tenun, menjadi elemen utama dalam kostum ini. 

Didit dengan cermat memadukannya dengan siluet modern yang simpel, menciptakan harmoni antara warisan budaya dan semangat kekinian. Warna putih yang mendominasi bawahan, melambangkan kesucian dan sportivitas, dipadukan dengan atasan biru bagi atlet pria dan merah bagi atlet putri, merefleksikan warna bendera kebangsaan Indonesia. 

Aksen hitam dan emas yang elegan, seolah menggemakan kejayaan dan prestasi yang diharapkan diraih oleh para atlet.

Kerah tinggi, yang mengingatkan pada gaya busana Eropa abad ke-19, memberikan sentuhan formal namun tetap anggun.

Tak hanya Vanity, majalah fashion top dunia lainnya, Vogue, menyoroti detail rancangan yang menurutnya mampu merangkai benang merah antara budaya Jawa dan Eropa, sama seperti yang dilakukan Raden Saleh dalam karya-karyanya.

Kostum defile ini menjadi simbol identitas dan kebanggaan bangsa, bukti bahwa Indonesia mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di panggung dunia.

Namun di tengah gemerlapnya perayaan dan tampil kerennya tim defile Indonesia serta alunan merdu "Hymne l'amour" milik penyanyi legendaris Perancis Edith Piaf, yang dilantunkan oleh Celine Dion dari atas Menara Eiffel, yang menambah suasana magis dan megahnya acara, terselip nada-nada sumbang yang sepertinya bakal menjadi kontroversi berkepanjangan.

Salah satu pertunjukan yang menampilkan interpretasi ulang dari lukisan "The Last Supper" karya Leonardo da Vinci memicu perdebatan dan kecaman dari berbagai kalangan. 

Beberapa pihak menilai pertunjukan tersebut sebagai penghinaan terhadap simbol agama, sementara yang lain menganggapnya sebagai ekspresi seni yang berani dan provokatif.

But anyway, terlepas dari kontroversi tersebut yang sepertinya akan selalu muncul dalam setiap perhelatan akbar, saya lebih senang menyoroti sisi positif dari rangkaian Opening Ceremony Olimpiade Nan megah yang pertama kali diadakan di luar stadion

Ini merupakan, perayaan olahraga, budaya, dan semangat persatuan yang menyatukan dunia dalam satu mimpi: meraih prestasi tertinggi dan menginspirasi generasi mendatang. Dan Indonesia menjadi bagian dari itu.

Dan bagi Indonesia, semburat pesona yang memancar tak berakhir di saat Opening Ceremony, pesonanya harus tetap memancar hingga Olimpiade Paris 2024 berakhir, lewat kibaran Bendera Merah Putih dan kalungan medali emas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun