Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Istimewa, Carlos Alcaraz Taklukan Dua Lapang Berbeda Dalam Semusim

16 Juli 2024   06:47 Diperbarui: 16 Juli 2024   08:46 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya ada enam petenis putra di dunia pada era turnamen terbuka yang berhasil menjuarai dua turnamen grandslam France Open dan Wimbledon pada tahun yang sama secara back to back.

Keenam petenis itu adalah : 

Rod Laver petenis legendaris Australia yang berjaya di era 70-an. 

Bjorn Borg petenis Swedia di masa jayanya pada tahun 1980-an.

Kemudian, "three musketter " tenis dunia, Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic yang berkompetisi di masa bersamaan, sekitar tahun 2000-an awal hingga saat ini kecuali Roger Federer petenis Swiss yang sudah secara resmi gantung raket pada September 2022. Dua petenis lainnya,masih tercatat aktif bermain.

Dan terakhir, Carlos Alcaraz petenis muda Spanyol yang baru saja berhasil mengawinkan gelar juara tunggal putra Wimbledon dan Rolland Garros 2024 secara beruntun di musim yang sama.

Memenangkan dua turnamen Grandslam yang memiliki permukaan berbeda dalam waktu penyelenggaraan berdekatan, bukan perkara mudah.  Makanya diantara ribuan petenis profesional pria yang bermain di sepanjang era turnamen tenis terbuka  hanya enam orang  yang mampu melakukannya

Mengapa hal itu bisa terjadi, lantaran permukaan lapangan dua grandslam tersebut karakteristiknya sama sekali berlawanan.

France open yang dimainkan di Rolland Garros Paris, memiliki permukaan lapangan tanah liat atau biasa disebut clay court.

Biasanya para petenis tipe baseliner atau gemar bertahan di garis belakang dan sabar, berjaya di clay court .

Cara bermainnya pun jauh berbeda, terutama dalam hal kecepatan permainan, pantulan bola, dan gaya bermain yang diperlukan.

Permainan di lapangan tanah liat cenderung lebih lambat karena bola memantul lebih tinggi dan kehilangan kecepatannya lebih cepat. Ini memberi pemain lebih banyak waktu untuk bersiap dan mengatur strategi.

Karena pantulan bola-nya lebih tinggi di tanah liat, sehingga pemain perlu menyesuaikan ayunan raket mereka untuk mencapai pukulan yang akurat.

Teknik pukulan yang sering diginakan di lapangan tanah liat adalah top spin untuk menghasilkan pantulan bola yang tinggi dan menyulitkan lawan.

Dan untuk urusan pergerakan, di lapangan tanah liat petenis harus terbiasa meluncur untuk menggapai bola sehingga membutuhkan footwork yang baik.

Sedangkan di Wimbledon, yang memiliki permukaan rumput, pola permainannya cenderung cepat karena bola memantul lebih rendah dan mempertahankan kecepatannya lebih lama. 

Hal ini menuntut refleks yang cepat dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam sepersekian detik.

Di lapangan rumput , bola memantul lebih rendah dan lebih cepat, sehingga pemain perlu menyesuaikan ayunan raket mereka untuk menghasilkan pukulan yang lebih datar dan tajam.

Gaya permainan yang cocok di lapangan rumput itu harus lebih agresif, servis yang kencang terarah untuk kemudian maju ke depan net atau dalam istilah tenis disebut serve and volley.

Makanya yang kerap berjaya di lapangan rumput adalah petenis yang memiliki pukulan servis yang keras, seperti petenis asal Jerman Boris Becker atau petenis asal Serbia Goran Ivanisevic.

Jika diperhatikan, para petenis saat bermain di lapangan rumput banyak melakukan teknik pukulan slice seperti mengiris bola dengan raket untuk menghasilkan pukulan yang memantul rendah dan menyulitkan lawan.

Footwork petenis pun harus lebih robust untuk mengantisipasi pantulan  bola lawan yang cepat dan rendah.

Perbedaan antara lapangan tanah liat dan lapangan rumput menciptakan gaya bermain yang sangat berbeda. Pemain yang sukses di satu jenis lapangan belum tentu sukses di lapangan lainnya. 

Memahami perbedaan ini dan menyesuaikan strategi permainan adalah kunci untuk meraih kemenangan di kedua jenis lapangan.

Mungkin hampir semua petenis profesionall memahami hal ini, tapi tak semua bisa melakukannya dengan baik.

Oleh sebab itu hanya sedikit petenis yang bisa melakukannya dengan baik , dengan masa adaptasi pendek.

Grandslam French Open biasanya diselenggarakan pada bulan Mei hingga awal Juni setiap tahunnya, sedangkan Wimbledon berlangsung antara akhir Juni hingga pertengahan Juli.

Waktu adaptasi yang pendek untuk bermain di lapangan yang berkarateristik diametral itu lah yang menjadi pangkal kesulitan petenis untuk bermain baik secara back to back.

Jadi hanya petenis dengan bakat istimewa yang mampu menjuarai French Open dan Wilmbledon secara back to back seperti yang dilakukan oleh Carlos Alcaraz.

Sampai dengan menjuarai Wimbledon 2024, Carlos Alcazar sudah berhasil meraih 4 gelar grandslam  padahal usianya baru 21 tahun.

Dengan "masa edar" yang  diperkirakan masih panjang, potensi Alcaraz  untuk melampaui rekor milik Novak Djokovic sebanyak 24 gelar grandslam terbuka lebar. Sepanjang ia mampu mempertahankan performanya seperti saat ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun