Pasca Hari Raya Idul Fitri 2024, Pemerintah Indonesia kembali akan menerbitkan Surat Berharga Negara(SBN) khusus bagi investor perseorangan atau ritel dalam negeri.
Penerbitan SBN ritel kali ini berjenis Sukuk Tabungan seri ST012 yang rencananya akan ditawarkan mulai 29 April 2024 hingga 29 Mei 2024.
Berbeda dengan dua seri SBN ritel yang telah ditawarkan di kuartal pertama 2024 sebelumnya, yakni  Obligasi Ritel Indonesia seri ORI025 dan Sukuk Ritel seri SR020 yang memiliki karakteristik bisa diperdagangkan kembali di pasar sekunder antar investor domestik atau tradeable, ST012 tak bisa diperdagangkan kembali alias non-tradeable.
Apabila berkaca pada pattern semua penerbitan SBN ritel sebelumnya, lantaran memiliki karakteristik non-tradeable, imbal hasil atau kupon yang ditawarkan oleh ST012 akan bersifat mengambang dengan batas bawah atau floating with the floor.
Dengan sifat imbal hasil seperti ini, artinya nilai imbal hasil ST012 memungkinkan untuk naik sejurus dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang menjadi jangkar penetapan imbal hasilnya, namun tak akan bisa turun di bawah nilai imbal hasil minimum seperti yang ditetapkan di awal masa penawaran.
Intinya nilai imbal hasil ST012 bisa naik, tapi tidak bisa turun di bawah imbal hasil penawaran awal.
Misalnya, imbal hasil ST012 ditetapkan 6,4 persen per tahun, sementara suku bunga acuan BI yang berlaku saat penawaran dibuka sebesar 6 persen. Jika kemudian, karena satu dan lain hal, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen, maka nilai imbal hasil ST012 akan mengikuti naik juga sebesar kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 6,65 persen.
Sebaliknya, apabila kemudian BI menurunkan suku bunga acuannya menjadi 5,75 persen, nilai imbal hasil ST012 akan tetap berada di angka penawaran awal, yakni 6,4 persen.
Kendati demikian, kenaikannya itu tak akan terjadi secara serta merta, lantaran review-nya akan dilaksanakan setiap tiga bulan.
Jadi, jika kenaikan suku bunga acuan BI terjadi pada bulan Juni, maka besaran kenaikan imbal hasil baru bisa dinikmati pada bulan Agustus.
Hal itu dilakukan agar Pemerintah selaku penerbit ST012 bisa melakukan adjustment administratif dan anggaran.
Oleh sebab tersebut, menurut Direktur Pembiayaan Syariah  Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR-Kemenkeu), Dwi Irianti Hadiningdyah, seperti dilansir Bisnis.Com, Ia optimis penawaran ST012 akan mendapat sambutan meriah dari masyarakat.
Dwi berkeyakinan animo investor ritel domestik atas instrumen keuangan fixed income syariah ini akan cukup tinggi.
Gambaran tingginya animo investor tercermin dalam dua penerbitan SBN ritel di tahun 2024 sebelumnya, yakni dua sub seri ORI025 yang ditawarkan pada Januari 2024 dengan tingkat imbal hasil 6,25 persen per tahun untuk ORI025T3 Â dan 6,40 persen per tahun untuk ORI025T6, berhasil memobilisasi dana investor ritel domestik sebesar Rp. 23,92 triliun dengan total investor mencapai 52.236 individu.
Sedangkan SBN ritel kedua yang diterbitkan pada Maret  2024 ini, yaitu dua sub seri SR020 dengan tingkat imbal hasil 6,30 persen per tahun untuk SR020T3  bertenor atau jatuh tempo 3 tahun dan 6,40 persen per tahun untuk SR020T5 dengan tenor 5 tahun, berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp. 21,35 triliun dengan jumlah investor mencapai 63.090 orang.
Berapa Imbal Hasil ST012?
Mengenai besaran imbal hasil yang bakal ditawar ST012, Dwi menyebutkan bahwa Pemerintah saat ini masih dalam proses memperhitungkan agar nantinya penetapan imbal hasilnya berada dalam level yang masih menarik bagi investor dan tak terlalu memberatkan bagi anggaran negara.
Dalam hal menetapkan besaran imbal hasil pada setiap penawaran SBN ritel, mengutip keterangan dari Direktur Surat Utang Negara DJPPR-Kemenkeu, Deni Ridwan, Pemerintah mempertimbangkan lima aspek, yaitu Suku Bunga acuan BI, rata-rata suku bunga deposito bertenor di atas 12 bulan di bank-bank besar di Indonesia, tingkat suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), imbal hasil SBN bertenor serupa di pasar sekunder, terakhir situasi dan kondisi ekonomi makro domestik dan global.
Aspek terakhir ini lah yang harus benar-benar dicermati mengingat situasi geopolitik dunia yang kian memanas pasca penyerangan Iran terhadap Israel.
Mengutip situs Market Watch, pasar obligasi di dunia saat ini mengalami kenaikan yield yang cukup tinggi, dan pastinya akan berpengaruh pada besaran yield SBN terbitan Pemerintah Indonesia, hal yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap besaran imbal hasil yang akan ditetapkan Pemerintah untuk ST012.
Tapi untuk lebih pastinya, kita tunggu pengumuman resmi penetapan imbal hasil ST012 dari Kemenkeu yang biasanya akan dilakukan 2 hari sebelum masa penawaran di mulai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H