Seperti diketahui, kunang-kunang sangat mengandalkan lingkungan yang hangat dan lembab di dekat genangan air untuk siklus hidupnya.
Dengan demikian, pemompaan air tanah yang masif dapat merusak populasi mereka karena permukaan air kian rendah, bahkan meningkatkan kekeringan dihabitatnya.
Tak hanya rusaknya ekosistem habitatnya, polusi cahaya akibat bermunculannya perumahan dan bangunan lainnya menjadi ancama serius lain bagi populasi kunang-kunang.
Kunang-kunang sangat terganggu dengan adanya sinar dari cahaya buatan yang berasal dari lampu-lampu dan cahaya kota, sebab bagi kunang-kunang cahaya adalah alat komunikasi yang digunakan antar sesamanya.
Malam hari yang biasanya gelap gulita, sehingga mereka bisa berkomunikasi, menjadi sulit dilakukan.
Cahaya bagi kunang-kunang juga dipergunakan sebagai sinyal untuk menarik lawan jenisnya sebelum kawin.Â
Setiap kunang-kunang memiliki karakteristik cahaya tersendiri yang berbeda-beda, baik dari segi intensitas maupun dia menyala.
Jadi, warna cahaya, terang dan redupnya serta durasi cahaya yang dipancarkan dari dalam tubuhnya, menjadi semacam penanda dari individu setiap kunang-kunang, semacam identitas diri.
Di luar itu, faktor lain yang sangat berperan dalam kepunahan kunang-kunang adalah penggunaan pestisida untuk membersihkan rumput dan hama.
Pestisida sebenarnya tak hanya menjadi masalah bagi kunang-kunang, tetapi juga memengaruhi secara signifikan semua tahapan kehidupan serangga lainnya, yang pada akhirnya dapat merusak stabilitas ekosistem alam disekitarnya.
Pestisida yang menyebabkan polusi air dan tanah, menjadikan telur kunang-kunang mati, dalam jangka waktu yang cukup lama, karena menempel pada media dimana biasanya kunang-kunang berkembang biak .