Rafale  resmi memasuki tahap kontrak aktif.
Setelah habis dikuliti dalam debat calon presiden Minggu (07/01/2024) akhir pekan lalu, terkait pengadaan Alat Sistem Pertahanan Utama (Alutsista) Indonesia yang proses administrasi procurement-nya dikelola oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan), entah kebetulan atau direncanakan, tiba-tiba saja keesokan harinya, produsen pesawat tempur asal Perancis, Dassault Aviation merilis pengumuman bahwa pembelian 42 pesawat super canggihArtinya, pembuatan pesawat pesanan Indonesia tersebut mulai masuk pada proses produksi. Asal tahu saja, mengutip berbagai sumber informasi yang saya dapatkan, pengadaan Alutsista seperti pesawat tempur baru, hanya dapat mulai diproduksi setelah proses admnistrasi pemesanan rampung dilakukan.
Jadi normalnya untuk pengadaan pesawat tempur atau alutsista baru lainnya tak ada istilah ready stock, tak seperti membeli sarung yang bisa digunakan untuk slepetan di Departement Store, yang bisa dibeli kapan pun seperti yang kita mau dan langsung dapat dibawa pulang.
Kontrak pemesanan 42 unit pesawat tempur Rafale sudah ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dengan Menteri Angkatan Bersenjata Perancis Florence Parly pada awal tahun 2022 lalu.
Nlai kontrak pembelian 42 unit pesawat Rafale itu mengutip CNBCIndonesia.com senilai US$ 8,1 milyar atau setara dengan Rp. 123,9 triliun.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemenhan mengutip keterangan Dassault Aviation telah dua kali melakukan pembayaran pemesanan Rafale, tahap pertama untuk pembelian 6 unit pesawat telah dilakukan pada September 2022, dan tahap kedua untuk 18 unit pesawat pada Oktober 2023.
Dengan begitu, Indonesia telah melunasi pembayaran terhadap akuisisi 24 unit pesawat Rafale.Â
Spesifikasi Jet Tempur Rafale
Mengutip keterangan para ahli dibidang peralatan militer, Rafale varian F3R yang dipesan Indonesia seperti yang tertuang dalam kontraknya merupakan one of the best 4.5 generation fighter jet in the world.
Menurut Air Force Technology mengutip Kompas.Com, Rafale F3R yang bersayap delta ini, memiliki rentang sayap selebar 10,90 meter dan panjang pesawat 15,30 meter serta tinggi 5,30 meter.
Rafale mampu melaju dengan kecepatan 1,8 mach atau 750 knot, ketinggian maksimalnya ada dikisaran 15 kilometer di atas permukaan.
Daya jelajah pesawat tempur yang kokpitnya sudah dilengkapi dengan sistem pengendalian canggih hands on trottle and stick control (HOTAS) tersebut mencapai 3.700 km dengan radius tempurnya seluas 1.850 kilometer.
Bobot internal Rafale saat lepas landas sebesar 24,5 ton, dan mampu memuat bahan bakar sebanyak 4,7 ton internal dan 6,7 ton eksternal.
Satu jam terbang Rafale ini ongkosnya sekitar US$ 16.500 atau Rp. 247 juta.
Dalam hal persenjataan, Rafale memiliki dua varian sesuai matra penggunanya. Untuk angkatan udara pesawat tersebut menyiapkan 14 tempat arsenal, sementara  bila digunakan untuk angkatan laut penyimpanan senjatanya 13 tempat dengan berat maksimal sama, yakni sebesar 9 ton.
Rafale juga dilengkapi dengan sejumlah persenjataan canggih, antara lain MICA, Sidewinders, rudal udara ke udara ASSRAM dan AMRAAM, rudal udara ke darat Apache, AS30L, ALARM, HARM, Maverick, serta Rudal anti kapal Exocet/AM93, Penguin 3, dan Harpoon.
Jet tempur ini juga dilengkapi dengan SCALP yang merupakan rudal jelajah udara ke darat dengan jangkauan sekitar 300 kilometer.
Bahkan untuk misi stretegis khusus, Rafale dapat menembakan rudal berhulu ledak nuklir MBDA. Pesawat tempur ini pun memiliki pod meriam kembar dan meriam Nexter 30 mm DEFA 719B yang dapat menembakan 2.500 peluru per menit.
Mengenai sensor dan radar, Rafale merupakan jet tempur satu-satunya di Eropa yang melengkapi dirinya dengan radar pemindai elektronik RBE2 yang mampu mendeteksi dan melakukan pelacakan lebih awal dari beberapa target dan dengan teknologi canggihnya, mampu menawarkan kinerja yang tak dapat direflikasi oleh pemindaian radar mekanis.
Selain itu, Rafale juga dilengkapi dengan sebuah sistem bernama FSO (Front Sector Optrotonic) yang membuat pesawat ini kebal terhadap gangguan radar.
Dengan kecanggihan seperti itu, beruntung Indonesia bisa mendapatkan pesawat tempur tersebut
Sebagai tambahan informasi, dalam membeli pesawat tempur itu tak seperti kita membeli pesawat penumpang ada terms and conditions tertentu yang berkaitan erat dengan kebijakan politik keamanan negara produsen pesawat tempur tu.
Jadi tak asal punya anggaran yang cukup bisa membeli pesawat tempur, butuh lobby-lobby yang panjang agar pesawat itu bisa diakuisisi oleh sebuah negara, dan tak semua disetujui.
Proses penyerahan Rafale pertama, rencananya baru akan dilakukan setelah tahun 2026. Untuk itu lah makanya dalam hal procurement pesawat tempur atau Alutsista lainnya  berbeda dengan pengadaan barang yang lain, karena pemesanannyq harus dilakukan jauh-jauh hari yang biasanya disesuaikan rencana strategia Alutsista negara bersangkutan dan anggaran yang disiapkan harus bersifat multi years dengan perlakuan khusus
Selain Rafale, Indonesia pun sangat berpeluang untuk mendapatkan jet tempur super canggih lain, tapi ini produksi pabrikan pesawat asal Amerika Serikat, Boeing, yakni F-15EX Eagle II, yang pembeliannya sudah disetujui secara resmi dan tertulis oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Indonesia berpotensi untuk mendapatkan 36 unit jet tempur F-15EX dengan nilai pembelian ditaksir mencapai US$ 13,9 milyar atau Rp.208,5 triliun.
Tentu saja hal ini sangat positif bagi sistem pertahanan Indonesia, meskipun tetap saja yang paling penting adalah man behind the gun-nya.
Oleh sebab itu, profesionalisme prajurit TNI harus terus dikembangkan. Dan jangan lupa ancaman keamanan itu datangnya tak hanya dari sisi militer, ada ancaman kemanan nasional lain yang harus diwaspadai seperti siber, narkoba, dan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H