Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Digitaliasi KTP Menjadi Identitas Kependudukan Digital, Memang Sudah Siap?

10 Desember 2023   10:45 Diperbarui: 10 Desember 2023   10:51 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kependudukan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil-Kemendagri),  secara bertahap akan mulai menerapkan Identitas Kependudukan Digital(IKD).

IKD ini sederhananya adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) Digital yang payung hukum penerapannya dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri(Permendagri) Nomor 72 tahun 2022 Tentang Standar dan Spesifikasi Perangkat keras, Perangkat Lunak, dan Blanko KTP Elektronik, Serta Penyelenggaraan IKD.

Apabila terselenggara dengan baik dan smooth, tanpa komplikasi yang tidak perlu, IKD ini keren banget, masyarakat Indonesia tak perlu repot-repot lagi membawa KTP kemana-mana, semua urusan tinggal sentuh, walah! terpampang lah KTP Digital di Ponsel penggunanya.

Urusan know your custumer(KYC) dan profiling untuk kebutuhan apapun terutama yang berkaitan dengan industri jasa keuangan bakal berjalan lebih mudah dan cepat lagi.

Namun persoalannya sudah siapkan kita semua untuk penerapan identitas digital ini, di tengah literasi digital masyarakat yang masih rendah, infrastruktur koneksi internet yang belum merata, keamanannya yang kerap kali diragukan atau kemampuan masyarakat secara ekonomi untuk memiliki gadget pintar.

Memang betul, saat IKD mulai diterapkan, masyarakat masih diperbolehkan menggunakan KTP fisik sebagai moda identitas mereka, tapi nantinya pasti ada batas waktunya diterapkan secara full digital, kalau tidak untuk apa program ini dibuat.

Anggaran untuk program IKD ini tentunya sangat besar, karena Pemerintah harus membangun server yang handal dengan kapasitas yang memadai, dan tentunya harus on premis tidak menggunakan komputasi awan, mengingat aturan yang tak memperbolehkannya.

Belum lagi masalah keamanan datanya, cyber security-nya pasti nomor wahid dan itu ongkosnya cukup mahal.

Ditambah lagi, untuk urusan sosialisasinya yang membutuhkan waktu cukup panjang. Karena ini KTP yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, cakupannya pasti dari mulai kota hingga desa-desa di pelosok Indonesia.

Sumber daya manusia pengelolanya pun harus bener-bener disiapkan, dan yang terpenting penggunanya which is itu seluruh penduduk Indonesia, dengan kondisi demografis  tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi  yang sangat heterogen akan menjadi tantangan sulit dalam penerapan IKD tersebut.

Saat ini saja, berdasarkan pengalaman yang baru saja saya alami, untuk ngurus surat pindah saja masih harus fotocopy KTP, Kartu Keluarga dan surat dari RT/RW dan semuanya manual dengan menggunakan fisik kertas.

Pun demikian dengan urusan BPJS kesehatan atau urusan-urusan administrasi kependudukan, fotocopy identitas fisik masih menjadi sebuah keharusan.

Bahkan untuk masuk ke gedung perkantoran saja, masih harus menitipkan KTP fisik.

Hal tersebut menjadi paradoks yang menggelikan, omong besar digitalisasi ini itu, dengan tujuan fafifu was wes wos melangit, tp urusan administrasi kependudukan apapun tetap harus fotocopy KTP

Lucu kadang menyaksikan aksi Fear of Missing out (FOMO) Pemerintah terkait teknologi digital, terutama dalam urusan administrasi kependudukan, ini.

Seharusnya langkah awal pastikan petugas dan masyarakatnya sudsh  terliterasi digital dengan baik terlebih dahulu,  terutama mind set  para administrator di instansinya, baru lah kita bicara penerapan digital di masyarakat.

Coba look inward dalam hal pemerataan infrastruktur koneksi intenet yang merupakan tulang punggung teknologi digital, sudah sampai mana. Di wilayah dekat Jakarta saja yang notebenenya pusat peradaban modern Negeri ini, masih banyak kok yang blank spot koneksi internet.

Apalagi di wilayah-wilayah terpencil di pelosok Indonesia.

Jangan hanya karena ingin dianggap negara modern, warga masyarakat digital dunia, kemudian menerapkan sesuatu yang belum bisa diterapkan.

Literasi dulu masyarakatnya, baru lah kemudian kita bicara praktik digitalnya. 

Digitalisasi kan tujuannya agar segala urusan bisa lebih mudah, efektif dan efesien dikerjakan, tapi kalau keberadaannya justru membuat susah semua pihak, apa gunanya.

Coba lah proporsional dalam penerapannya, kalau pun harus tetap dilakukan, sekali lagi,  literasi dulu masyarakatnya dan siapkan infrastrukturnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun