Pun demikian dengan urusan BPJS kesehatan atau urusan-urusan administrasi kependudukan, fotocopy identitas fisik masih menjadi sebuah keharusan.
Bahkan untuk masuk ke gedung perkantoran saja, masih harus menitipkan KTP fisik.
Hal tersebut menjadi paradoks yang menggelikan, omong besar digitalisasi ini itu, dengan tujuan fafifu was wes wos melangit, tp urusan administrasi kependudukan apapun tetap harus fotocopy KTP
Lucu kadang menyaksikan aksi Fear of Missing out (FOMO) Pemerintah terkait teknologi digital, terutama dalam urusan administrasi kependudukan, ini.
Seharusnya langkah awal pastikan petugas dan masyarakatnya sudsh  terliterasi digital dengan baik terlebih dahulu,  terutama mind set  para administrator di instansinya, baru lah kita bicara penerapan digital di masyarakat.
Coba look inward dalam hal pemerataan infrastruktur koneksi intenet yang merupakan tulang punggung teknologi digital, sudah sampai mana. Di wilayah dekat Jakarta saja yang notebenenya pusat peradaban modern Negeri ini, masih banyak kok yang blank spot koneksi internet.
Apalagi di wilayah-wilayah terpencil di pelosok Indonesia.
Jangan hanya karena ingin dianggap negara modern, warga masyarakat digital dunia, kemudian menerapkan sesuatu yang belum bisa diterapkan.
Literasi dulu masyarakatnya, baru lah kemudian kita bicara praktik digitalnya.Â
Digitalisasi kan tujuannya agar segala urusan bisa lebih mudah, efektif dan efesien dikerjakan, tapi kalau keberadaannya justru membuat susah semua pihak, apa gunanya.
Coba lah proporsional dalam penerapannya, kalau pun harus tetap dilakukan, sekali lagi, Â literasi dulu masyarakatnya dan siapkan infrastrukturnya.