Kita tahu lah tak setiap transaksi jual beli antar masyarakat di dalam dan luar negeri selalu membayar pajak, apalagi jika dilakukan antar pribadi, seperti jual beli tanah misalnya, kalau tanah hasil transaksi tersebut tak dibalik nama, ya ujungnya tak akan terdeteksi juga.
Nah, dengan integrasi NIK menjadi NPWP maka aktivitas transaksi tersebut bisa didapatkan oleh DJP.
Sehingga dari data itu, DJP bisa memilah mana pemilik NIK yang bisa dikategorikan sebagai Wajib Pajak mana yang tidak.
Kecuali mereka mendaftarkan dirinya secara sukarela sebagai Wajib Pajak(WP).
Selain itu, tujuan lebih besarnya adalah untuk mendukung kebijakan satu data Indonesia, yang arahnya menuju single identification number bagi setiap warga Indonesia.
Agar itu bisa dilaksanakan diperlukan pencantuman identitas tunggal yang sudah terstandarisasi dan teradminitrasi dalam layanan administrasi perpajakan.
Dan sejauh ini yang paling kredibel bisa dilakukan adalah menjadikan NIK sebagai titik pijak menuju identitas tunggal tersebut, lantaran dalam praktiknya NIK warga Indonesia kini sudah lumayan bisa diandalkan dan sulit untuk digandakan.
Sebelum dipadankan setiap Wajib Pajak memiliki nomor unik tersendiri berupa 15 digit angka seperti yang tertera dalam Kartu NPWP.
Setelah dipadankan kartu NPWP dan nomornua tersebut tak diperlukan lagi, karena KTP yang nomornya sudah dipadankan cukup untuk digunakan dalam aktvitas perpajakan, jadi tak terlalu ribet lagi.
Lantas bagaimana caranya melakukan pemadanan itu, harus datang ke kantor pajak atau tidak?
Mengutip DJP-Kemenkeu, Jawabannya tidak, sangat bisa dilakukan sscara online.