Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengenal Rupiah Digital BI, yang Akan Mulai Terbit Tahun Depan

1 Desember 2023   13:10 Diperbarui: 1 Desember 2023   13:16 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Uang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang," 

Begitulah salah satu adagium klasik tentang alat tukar yang di Indonesia disebut Uang.

Keberadaan bentuk dan fungsi uang sebagai alat tukar terus mengalami transformasi, mengutip Buku yang ditulis Salman Al Rosyid bertajuk "Perkembangan Uang dalam Sejarah Dunia" paling tidak terdapat 6 tahapan perkembangan uang di dunia, yaitu tahap pra barter, barter, uang barang, uang pasca barang, uang logam, dan uang kertas.

Namun, dalam waktu tak lama lagi, perkembangan uang sebagai sistem pembayaran bakal memasuki satu tahapan baru, yang jika mengikuti alur buku tadi merupakan tahap nomor 7, yakni uang digital.

Mengutip publikasi Bank Indonesia, beberapa bank sentral di dunia termasuk Bank Indonesia(BI) saat ini sedang melakukan pengkajian tentang uang digital atau dikenal dengan Central Bank Digital Currency (CBDC).

Karena mata uang Indonesia adalah rupiah maka, BI menyebut uang digital, sebagai Rupiah Digital.

Untuk memayungi pengembangan Rupiah Digital ini, BI kemudian menginisiasi Proyek Garuda yang merupakan inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur CBDC ala Indonesia.

Sosialisasi keberadaan sistem pembayaran Rupiah digital perlu dilakukan sesegera mungkin agar masyarakat memahami atau paling tidak, tahu apa itu Rupiah Digital, lantaran mengutip keterangan dari Gubernur BI, Perry Wardjiyo pada saat Pertemuan Tahunan BI pada Rabu,29 November 2023 kemarin, implementasi Rupiah Digital tahap awal akan dilaksanakan mulai tahun depan, 2024.

Tahun depan, BI akan membuat prototipe untuk menguji konsep dalam pengembangan perangkat lunak sebagai backbone Rupiah Digital, tahapan ini oleh BI disebut sebagai Proof of concept.

Dalam implementasinya, BI bakal membagi Rupiah Digital dalam dua kelompok besar, yaitu Rupiah Digital Wholesale atau w-Rupiah Digital yang memiliki cakupan akses terbatas  dan hanya didistibusikan untuk transaksi wholesale seperti operasi moneter, transaksi pasar uang, dan pasar valuta asing.

Dan satu lagi,  Rupiah Digital Ritel atau r-Rupiah Digital yang memiliki cakupan akses terbuka, bagi seluruh masyarakat yang pendistribusiannya bisa digunakan untuk berbagai transaksi harian semua kalangan  seperti transaksi pembayaran atau transfer antar individu maupun dilingkup bisnis misalnya merchant dan korporasi.

Dalam pelaksanaannya, BI akan membentuk sebuah platform yang bernama Khazanah Rupiah Digital yang nantinya bisa diakses oleh bank atau lembaga keuangan non-bank terpilih.

Menurut road map Rupiah Digital yang tertuang dalam ikhtisar Proyek Garuda, pertama-tama Rupiah Digital akan dicoba diimplementasikan pada ranah Wholesale Rupiah Digital untuk pemerbitan, pemusnahan, dan transfer antar bank.

Fase kedua masih ada di lingkup Wholesale Rupiah Digital, tetapi dalam cakupan lebih luas seperti untuk mendukung operasi moneter dan pengembangan pasar keuangan.

Setelah dua fase tadi di assesment dan segala transaksinya dapat berjalan dengan baik dan benar, maka masuklah pada tahap ketiga, yakni integrasi antara wholesale Rupiah Digital dengan ritel Rupiah Digital yang melibatkan masyarakat umum untuk kebutuhan transaksi sehari-hari.

Di sinilah ujian sebenarnya implementasi Rupiah Digital tersebut, karena bakal melibatkan semua pihak terutama masyarakat umum dengan tingkat literasi yang heterogen.

Nah, yang akan dilakukan BI tahun depan baru masuk ujicoba impelementasi pada tahap pertama, jadi masyarakat umum belum akan terlibat langsung, jadi tak perlu terlalu khawatir.

BI sepertinya paham, Masyarakat pasti khawatir jika mereka langsung dilibatkan, dalam proses implementasi awal ini, kita tahulah urusan uang ini apapun bentuknya akan sangat sensitif.

Butuh sosialisasi yang cukup panjang agar masyarakat terliterasi dalam urusan Rupiah Digital ini.

Oleh sebab itu agar tak "ketinggalan kereta" kita perlu tahu juga lah apa itu Rupiah Digital.

Mengenal Rupiah Digital

Menurut Publikasi Bank Indonesia.go.id, Secara umum Rupiah Digital didefinisikan sebagai uang Rupiah yang memiliki format digital, serta dapat digunakan seperti halnya uang fisik (uang kertas dan koin), uang elektronik, dan uang dalam alat Pembayaran menggunakan kartu seperti kartu debit serta kartu kredit. 

Kalau begitu, apa bedanya dengan instrumen pembayaran digital lain yang saat ini sudah berlaku di Indonesia  misalnya e-wallet semacam Gopay, Ovo, Dana, atau yang lainnya.

Atau apa bedanya dengan instrumen uang digital seperti mata uang kripto yang di Indonesia hanya diperbolehkan sebagai sarana berinvestas tapi tidak sebagai alat pembayaran.

Pada dasarnya, perbedaannya mulai bisa dilihat dan dipahami dari institusi yang menerbitkannya, Rupiah Digital hanya boleh dan bisa diterbitkan oleh BI selaku bank sentral di Indonesia.

Kemudian, format penerbitannya, jaminan keamanannya, transparansi identitas nasabah, struktur pencatatan transaksinya, dan risikonya.

Rupiah Digital sendiri sebenarnya merupakan bagian dari adopsi  Uang Digital  atau CBDC yang pengembangannya  dilakukan sejumlah bank sentral berbagai negara.

Menukil firma konsultan keuangan Deloitte, CBDC dikembangkan bank sentral berbagai negara untuk merespon perkembangan teknologi digital di sektor keuangan, salah satunya instrumen keuangan kripto dan alat pembayaran digital lainnya.

Uang Digital dalam format CBDC dinilai sebagai inovasi di sektor keuangan digital sehingga perputaran uang bisa lebih efektif dan efesien, tetapi terjaga keamanannya lantaran dilindungi oleh ororitas keuangan setiap negara.

Aplikasi dompet digital yang sudah lumayan populer di Indonesia selama ini, seperti Gopay, Ovo, Dana dan lainnya, sebenarnya hanya merupakan uang kertas atau logam fisik yang penggunaannya melewati paltform digital.

Dompet digital berbeda dengan uang digital karena porsinya hanya sebagai tempat penyimpanan. Sama halnya dengan penyimpanan di bank saja.

Sedangkan Rupiah Digital, benar-benar merupakan uang yang diterbitkan BI hanya saja tak dalam bentuk fisik tapi digital, yang disimpan dalam platform digital, tak bisa diambil atau dipegang secara fisik.

Struktur pencatatannya berbeda, tak seperti dompet digital yang tersentralisasi, di mana rekam jejak transaksinya hanya bisa diketahui oleh otoritas yang mengeluarkan uang dan lawan transaksinya.

Sementara Rupiah Digital, polanya tersentralisasi dan terdisentralisasi, artinya bisa diketahui banyak pihak yang dicatat secara real time dan lebih transparan, sehingga perpindahan uang bisa tercatat secara otomatis oleh sistem.

Hal ini dapat terjadi karena Rupiah Digital menggunakan basis teknologi blockchain seperti yang digunakan pada cryptocurrency.

Bedanya kripto, diterbitkan oleh institusi private yang pencatatannya murni desentralisasi. Sedangkan Rupiah Digital relatif aman karena diterbitkan oleh institusi negara di bidang keuangan sehingga secara hukum sah dan aman dan pencatatan identitas pemegang Rupiah Digital pun jelas dan transparan.

Namun demikian, ujian bagi BI selaku penerbit Rupiah Digital agar bisa digunakan maayarakat umum bukan hanya disisi teknisnya saja, tetapi ada di masalah sosialiasasinya agar masyarakat terliterasi yang ujungnya mereka mau menggunakan Rupiah Digital.

Oke lah Rupiah Digital dan sistem pembayaran digital lainnya dapat meningkatkan inklusifitas keuangan masyarakat secara cepat dan masif, tapi tanpa upaya literasi keuangan yang tepat akan menimbulkan collateral damage yang cukup besar bagi masyarakat.

Keriuhan masalah pinjaman online dan  investasi tipsani (tipu sana sini) atau bodong bisa terjadi karena inklusi keuangan jauh lebih cepat perkembangannya dibandingkan paparan literasi keuangan.

Menurut hasil survei Otoritas Jasa Keuangan(OJK) tingkat inklusi keuangan masayarakat Indonesia pada tahun 2022 mencapai 85 persen, sedangkan tingkat literasi keuangannya hanya 49,5 persen.

Ada kesenjangan cukup lebar antar keduanya, sehingga tak heran jika banyak korban berjatuhan akibat tak paham produk keuangan yang ada di sektor industri jasa keuangan.

Apalagi Rupiah Digital, yang sepertinya lebih rumit sistemnya, oleh karena iru ada baiknya mulai dari saat ini, gerakan masif sosialisasi Rupiah Digital itu segera digencarkan, agar masyarakat bisa terliterasi dengan baik dan benar tentang Rupiah Digital tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun