Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mantap, Indonesia Kini Memiliki Bursa Karbon, Potensi Ekonominya Tembus Rp 3000 Triliun

27 September 2023   11:22 Diperbarui: 28 September 2023   17:20 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karbon (canva.com)

Para penjual dan pembeli karbon di Indonesia kini telah memilki arena baru bagi mereka untuk bertransaksi, yakni lewat bursa karbon. Ya, Bursa Karbon Indonesia telah resmi dibuka penyelenggaraannya di Bursa Efek Indonesia, pada Senin, 26 September 2023 kemarin, langsung oleh Presiden Joko Widodo. 

Pada hari perdananya tersebut, mengutip data dari BEI, tercatat transaksi efek perdagangan karbon mencapai Rp.29,2 miliar. Jumlah tersebut hasil akumulasi dari 27 kali transaksi dengan volume karbon yang diperdagangkan sebesar 459.953 ton karbon dioksida atau CO2.

Bursa karbon merupakan salah satu "tool" penting, sekaligus menjadi bagian dari langkah nyata dalam upaya mengurangi efek gas rumah kaca menuju net zero emision pada 2060 yang menjadi bagian utama upaya pengendalian perubahan iklim yang kini telah dirasakan oleh seluruh penghuni bumi.

Bukan hanya itu, potensi ekonomi perdagangan karbon di Indonesia juga luar biasa besar, yakni mencapai Rp. 3.000 triliun, hampir setara dengan besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) Indonesia 2023 yang sebesar Rp. 3.125 triliun.

"Di catatan saya, ada kurang lebih 1 gigaton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap. Jika dikalkulasi, potensi karbon bisa mencapai Rp 3.000 triliun, bahkan lebih. Sebuah angka yang sangat besar, yang tentu akan menjadi kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia menuju ekonomi hijau, karena memang ancaman perubahan iklim sangat bisa dan sudah kita rasakan," kata Presiden Joko Widodo, seperti dilansir Kompas.id, Senin (26/09/2023) kemarin.

Bisnis.com
Bisnis.com

Dengan dibukanya secara resmi Bursa Karbon Indonesia yang operasionalnya dilaksanakan oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) serta diatur dan diawasi oleh Otoritaa Jasa Keuangan (OJK), Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara dan negara ke-9 di dunia, yang memiliki pasar khusus perdagangan karbon.

Penyelenggaraan Bursa Karbon merupakan amanat Undang-Undang nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan(P2SK) yang dalam tataran pelaksanaannya dipandu oleh Peraturan OJK(POJK) nomor 14 tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Lewat Bursa Karbon.

Kendati begitu, Bursa Karbon sepertinya tak terlalu ramai diketahui keberadaanya, mungkin karena barang baru, bahkan istilah bursa karbon sendiri kurang begitu dipahami oleh masyarakat umum di Indonesia. Padahal, sejatinya perdagangan karbon melalui bursa karbon di dunia sudah ada sejak tahun 2.005 di kawasan Uni Eropa. 

Negara-negara di Benua Biru itu merupakan pioner dalam hal perdagangan karbon lewat bursa karbon. Bahkan di kawasan inilah istilah carbon trading itu lahir dan mulai dilaksanakan secara konkrit sekitar tahun 1990-an.

Perdagangan karbon, mengutip berbagai sumber referensi yang saya dapatkan, adalah implementasi dari berbagai inisiatif bersama masyarakat dunia di bidang lingkungan yang diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui United Nations Framework Convention of Climate Change.

Salah satu inisiatif bersama itu adalah Paris Agreement yang disepakati tahun 2015, yang merupakan kesepakatan bersama untuk menekan emisi karbon hingga nol persen pada 2060 yang ditandatangani oleh 195 negara di Dunia. Indonesia sebagai salah satu yang meneken Paris Agreement kemudian mencanangkan emisi gas rumah kaca akan ditekan dengan usaha sendiri hingga 32%, dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 serta net zero emision pada 2060.

Mengenal dan Memahami Mekanisme Bursa Karbon di Indonesia

Secara umum, bursa karbon dapat diartikan sebagai pasar yang memperdagangkan sertifikat atau efek dalam menghasilkan emisi karbon dioksida.. Sebagai pelaku pasarnya, pihak yang menjual adalah mereka yang menghasilkan emisi karbon dioksida lebih rendah atau perusahaan yang menyerap emisi karbon dioksida, misalnya entitas konservasi hutan dan lahan gambut.

Sementara itu, pihak pembelinya adalah mereka yang menghasilkan emisi karbon dioksida tinggi, seperti misalnya perusahaan pembangkit listrik yang sumber energinya dari fosil, batu bara, atau minyak bumi. Teknis perdagangannya, si penjual yang merupakan penghasil emisi lebih rendah menjual sertifikat volume emisinya yang rendah itu, pada si pembeli yang volume emisinya tinggi.

Pasar karbon sendiri terdiri dari dua jenis, pasar karbon sukarela yang tak diawasi Pemerintah dan pasar karbon mandatory yang diawasi oleh Pemerintah. Bursa karbon Indonesia, saat ini masih bersifat sukarela, tetapi di kemudian hari akan menjadi wajib, setelah aturan terkait polusi dan lingkungan hidup yang lebih ketat diberlakukan.

Mengenai mekanisme perdagangannya, pihak penyelenggara, dalam hal ini PT BEI, telah menyiapkan 4 skema, yakni:

Pertama, skema perdagangan karbon pada pasar reguler, para pihak dapat menyampaikan bid and ask seperti di perdagangan bursa saham. 

Kedua, skema perdagangan di pasar lelang atau auction market, yang merupakan penjualan satu arah seperti saat penjualan perdana saham.

Ketiga, skema pasar negosiasi atau negotiated market. Jadi, para pihak yang sudah melakukan perjanjian di luar bursa, eksekusi transaksinya dapat dilakukan di Bursa Karbon.

Dan terakhir, skema marketplace, mekanismenya seperti biasanya terjadi di marketplace lain, pemilik dapat memperlihatkan "dagangannya" dan pembeli bisa menyampaikan minatnya langsung untuk kemudian transaksinya ditutup di Bursa Karbon Indonesia.

Dalam praktiknya, ada dua jenis produk sertifikat yang akan diperdagangkan di Bursa Karbon Indonesia, yakni Sertifikat Persetujuan Teknis Batas Atas Pelaku Usaha Emisi (PTBAE-PU) dan Serifikasi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). SPE-GRK dikelompokan ke dalam tiga Produk Unit Karbon IDXCarbon, dua berbasis sumber alam atau Indonesia Nature Base Solution(INBS) dan satu berbasis teknologi (IDTBS).

Periode penurunan emisi yang sertifikasinya bisa diperdagangkan di Bursa Karbon adalah 10 tahun ke belakang, mulai dari tahun 2013 hingga 2023.

Lantas bagaimana dengan standar harga karbon di Bursa Karbon Indonesia? Menurut Direktur Utama BEI, Iman Rahman, harga karbon yang diperjualbelikan akan bervariasi pada setiap proyek, tergantung pada masing-masing perusahaan.

Namun, sebagai gambaran, Selasa (27/09/2023) pagi ini di awal perdagangan bursa karbon dimulai, ada 13 unit kredit karbon untuk hampir 460 ribu metrik ton setara CO2 dari proyek-proyek PT. Pertamina Geothermal Energy di Sulawesi, yang diperdagangkan dengan harga Rp.68.900 atau US$ 4,51 per ton.

Harga di Bursa Karbon Indonesia masih terlalu rendah jika dibandingkan harga jual karbon di Uni Eropa yang mencapai US$ 80 per ton. Tetapi kita tahu juga, perdagangan karbon di Eropa sudah mapan, sedangkan di Indonesia baru saja di mulai. Jadi, wajar saja pembentukan harganya masih belum optimal. Seiring waktu, dengan jumlah transaksi, pelaku dan produk lebih banyak, standar harga karbon bisa lebih tinggi.

Tentu saja agar penyelenggaran Bursa Karbon dapat terus berkembang dan berkelanjutan, pihak operator bursa karbon dalam hal ini PT.BEI akan mengenakan fee tertentu untuk setiap transaksi di Bursa Karbon Indonesia. Mengutip Surat Edaran yang dirilis BEI nomor 00013/BEI/09-2023, siapa saja pihak yang berpartisipasi dalam transaksi di Bursa Karbon tidak akan dipungut biaya, tapi operator bursa akan mengenakan fee sebesar 0,05% di pasar reguler dan negoisasi untuk setiap transaksi dan 0,11% di pasar non-reguler dan lelang untuk setiap transaksi. Selain itu, BEI juga mengenakan biaya sebesar Rp.25.000 per penarikan dana dari rekening pengguna jasa karbon.

Harapannya, Bursa Karbon Indonesia bisa berkembang dan manfaat yang dirasakan sesuai dengan tujuannya, yaitu mampu mengurangi emisi GRK dan membuka ruang perekonomian bagi para pelaku usaha dan penggiat lingkungan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun