pinjol ilegal selama 5 tahun terakhir, mulai dari tahun 2017 sampai dengan 2022 mencapai Rp. 139 triliun, dan mayoritas korban yang terjerat produk sektor jasa keuangan ilegal tersebut adalah golongan ekonomi menengah ke bawah.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kerugian masyarakat akibat investasi bodong hingga pinjaman online alias"Jadi masyarakat belum begitu smart untuk memilih dan memilah. Ini memang sangat mengerikan. Jadi dari angka Rp 139 triliun kerugian masyarakat memang ini ada beberapa, ada yang koperasi simpan pinjam, ada yang pinjol, investasi ilegal dan gadai ilegal," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, seperti dilansir Detik.com. Senin (21/08/2023).
Mengutip data OJK, salah satu produk keuangan ilegal yang paling banyak memakan korban adalah pinjol. mirisnya lagi korban terbanyak dari pinjol ilegal ini adalah guru, dengan persentase 42 persen, menyusul kemudian Pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 21 persen, Ibu rumah tangga 18 persen, karyawan 9 persen, pedagang 4 persen, pelajar 3 persen dan sisanya berbagai profesi lain.
Berkaca pada data ini, jelas terlihat bahwa dorongan kebutuhan hitup tanpa disertai pemahaman yang cukup tentang literasi keuangan, menjadi faktor utama mereka terjebak pinjolÂ
Selain Pinjol, produk keuangan ilegal yang paling banyak merugikan masyarakat adalah investasi bodong. Khusus untuk investasi bodong, OJK mencatat kerugian masyarakat mencapai Rp.126 triliun, bahkan sangat mungkin jauh lebih besar dari angka tersebut, mengingat banyak juga korban yang enggan melapor atau silent victim.
Investasi bodong bisa begitu masif berkembang, bak jamur di musim penghujan di Indonesia lantaran beberapa faktor, salah satunya, karena masyarakat sangat mudah tergiur mendapatkan untung besar dalam waktu singkat serta ada bau-bau ketamakan dalam diri mereka.
Celakanya, ketamakan itu tak disertai dengan pemahaman memadai tentang literasi keuangan. Ya sudah gampang sekali dijebaknya, apalagi dengan berbagai skema social enginering yang sanggup memanipulasi sisi psikologis seseorang.
Jika kita mau sedikit berteori konspirasi, masyarakat Indonesia ini sudah dikepung oleh produk jasa keuangan ilegal, dari sisi orang yang sedang kesulitan keuangan dan membutuhkan bantuan pembiayaan di suguhi oleh pinjol ilegal.
Di sisi lain, orang yang kelebihan uang dan ingin berinvestasi, juga dijebak oleh instrumen keuangan ilegal, investasi bodong.
Semua ini bisa terjadi, lantaran jurang pembeda atau gap antara literasi keuangan dan inklusi keuangan di tengah masyarakat masih menganga sangat lebar.
Menurut hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2022 yang dilakukan oleh OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya sebesar 49,68 persen. artinya lebih dari setengah masyarakat negeri ini belum memiliki pemahaman yang cukup terkait pengelolaan keuangan yang baik dan benar.
Sedangkan inklusi keuangan masyarakat Indonesia atau akses terhadap produk sektor jasa keuangan akibat didorong oleh tingginya penetrasi teknologi digital, melesat tinggi hingga mencapai 85,10 persen, yang berarti nyaris seluruh masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap produk jasa keuangan.
Terdapat gap sebesar 35,42 persen antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan. Idealnya Literasi keuangan lah yang lebih tinggi dibandingkan inklusi keuangan, atau paling tidak tak terlalu jauh lah kesenjangannya.
Ibaratnya, hampir semua masyarakat Indonesia menggunakan kendaraan yang canggih, tapi kurang memiliki pemahaman cara mengendarainya dengan baik, ya akibatnya kecelakaan bisa terjadi kapanpun.
Upaya agar "kecelakaan" akibat kendaraan canggih ilegal itu nyelonong tak karuan, tak terjadi, sudah banyak dilakukan, mengutip keterangan OJK, dari mulai tahun 2017 hingga Agusus 2023, sudah ada 6.895 produksi jasa keuangan ilegal yang dibredel operasinya.
Dengan perincian, 1.194 investasi bodong, 5.450 pinjol ilegal, dan 251 gadai ilegal. Tapi karena produk keuangan ilegal tu bermain di ranah digital, yang bisa berada dimana saja, seperti patah tumbuh hilang berganti.
Sore dibredel, paginya muncul lagi dengan alamat IP yang berbeda dan nama yang lain pula, kadang menggunakan modus yang tak sama lagi.
Oleh sebab itu, salah satu cara paling efektif agar masyarakat tak terjebak produk keuangan ilegal ya dengan menggencarkan program-program literasi keuangan.
Berbagai upaya sudah dilakukan OJK beserta para stakeholder terkait seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan pelaku usaha sektor jasa keuangan lainnya.
Saat ini untuk kegiatan literasi keuangan, OJK dan para pemangku kepentingan lainnya, terus bergerak mulai dari perkotaan, pedesaan hingga ke wilayah-wilayah terluar Indonesia , tak terbatas usia, bahkan hingga ke anak-anak tingkat sekolah dasar pun menjadi sasaran progam literasi keuangan.
Semuanya itu tak akan berarti apapun jika masyarakatnya sendiri terkesan enggan mengikutinya, ayo lah kita sama-sama bergerak untuk literasi keuangan, toh nantinya yang akan diuntungkan kita semua, terhindar dari jebakan-jebakan batman para "penjahat" di sektor jasa keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H