Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Risiko, Ketika Literasi Keuangan Lebih Rendah dibandingkan Inklusi Keuangan

21 Agustus 2023   13:56 Diperbarui: 26 Agustus 2023   20:48 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari dulu orang tua kita selalu menasihati, untuk hidup sederhana,tak berlebihan. Gunakan skala prioritas dalam membelanjakan uang, bedakan antara "keinginan" dan "kebutuhan."

Kalau ada rezeki tambahan, lebih baik uangnya ditabung, siapa tahu di masa yang akan datang kita ada kebutuhan penting atau kalau sudah cukup bisa untuk membeli tanah atau rumah atau mereka juga acap memberi wejangan jangan berhutang atas sesuatu yang tak mampu kita bayar.

Pola pengelolaan uang seperti yang dinasihatkan tadi, merupakan bagian paling penting atau esensi dari literasi keuangan. 

Intinya, tujuan dari keberadaan literasi keuangan adalah agar seseorang mampu mengelola keuangannya supaya kondisi keuangannya stabil dan ujungnya bisa hidup sejahtera, kini dan di masa yang akan datang.

Kompas.id
Kompas.id

Sampai di sini, karena sudah lumayan akrab dengan nasihat-nasihat seperti itu, masyarakat cepat memahaminya. Tetapi ketika masuk pada titik "how to-nya" atau cara untuk mencapai "kondisi keuangan stabil" tadi, mulai deh belibet.

Tapi itu sangat wajar karena memang kondisi "how to" itu sangat tricky,lantaran didorong oleh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal jalan menuju ke sana memang banyak sekali cabangnya, serta yang bermain dan ditawarkan di kawasan "how to" tersebut sangat dinamis dan beragam.

Produk-produk yang secara khusus didesain oleh para pelaku sektor jasa keuangan untuk memenuhi kebutuhan "how to" tadi, menjadi seperti hutan belantara baru, yang terkadang penuh jebakan bahkan salah-salah diterkam oleh para predator buas yang sedari awal niatnya memang ingin memangsa.

Lebih rumit lagi, jika dorongan internal yang tak terhindari pun datang dari pribadi pelaku "how to" tadi. Edukator keuangan atau perencana keuangan mau berbusa-busa ngomong apapun, kalau si pelaku "how to" tadi tak memiliki cukup uang untuk "direncanakan"  ya susah juga.

Penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, atau mereka sama sekali tak memiliki penghasilan karena tak ada pekerjaan misalnya, bagaimana mereka mau merencanakan keuangannya, kalau kondisinya begini?

Atau mereka yang terjebak pinjaman online misalnya, apakah mereka tahu bunganya sangat tinggi? apakah mereka tahu potensi data pribadinya diacak-acak? Saya yakin mereka tahu, dan saya pun yakin mereka sebenarya tak berkeinginan ada dalam situasi seperti itu 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun