Melansir BBC.Com, Menurut Ketua Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, ada tiga aspek yang membuat perundungan sulit diatasi.
Pertama, di kalangan muda ada anggapan bahwa melakukan perundungan itu sebagai sesuaru yang keren, sehingga perilaku itu terus dijadikan contoh turun menurun.
Kedua, tidak adanya sistem perlindungan dan pengaduan yang layak bagi korban perundungan di sekolah.
Penyikapannya dianggap sepi, seolah itu adalah yang lazim saja.
Ketiga, karena pelaku pendidikan dalam hal ini guru dan perangkat pendidikan yang lain masih menganggap perundungan sebagai sesuatu yang tidak serius, terkesan menyepelekan sepanjang tidak viral dan ada tindakan kekerasan fisik.
Meskipun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang hal itu memang ada, tapi ya hanya sebatas imbauan dan tak dijadikan mandatory untuk diterapkan secara ketat.
Pada Permendikbud nomor 82 tahun 2015, tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan, disebutkan sekolah wajib memiliki sistem pengaduan dan pelaporan untuk melindungi korban perundungan, faktanya tak semua sekolah memiliki perangkat itu.
Memang benar institusi pendidikan dan Pemerintah tak bisa bergerak sendiri mengatasi hal ini, butuh bantuan kita semua.
Paling tidak sebagai orang tua, kita ingatkan anak kita secara terus menerus agar tak melakukan perundungan, juga ingatkan, Â jika menjadi korban segera bilang pada orang tua atau guru di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H