Menurut Hedy, panjang jalan pada masa SBY berkuasa seperti yang disampaikan Anies bukan karena jalannya yang dibangun baru, tapi karena perubahan status dari jalan provinsi menjadi jalan nasional.
Sebagai tambahan informasi, merujuk pada Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, jalan yang ada di Indonesia fungsi dan statusnya terbagi ke dalam beberapa kelompok.
Status jalan di Indonesia terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
Jalan Nasional, yang merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang  menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis nasional dan jalan tol.
Jalan Provinsi, jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
Kemudian ada status jalan Kabupaten, jalan Kota dan jalan desa.
Nah dalam konteks, perubahan status tersebut Hedy mencontohkan, ada jalan dengan status jalan provinsi yang sudah terbangun jauh sebelumnya, Â kemudian SK peralihan status jalannya dari jalan provinsi menjadi jalan nasional baru keluar pada masa Pemerintahan SBY.
Jadi bukan menambah pembangunan jalan baru pada masa Pemerintahan SBY seperti klaim Anies Baswedan.
Mendapati pernyataan Dirjen Bina Marga PUPR tersebut, giliran kubu Anies yang meradang, apalagi kemudian kritik dengan membandingkan pembangunan jalan di era Jokowi dan masa SBY menjadi back fire bagi Anies, di media sosial, ia dibully.
Terlepas dari perdebatan panjang jalan yang sebenarnya tidak produktif selain sebagai gimmick politik kelas kaleng-kaleng ini, kita harus sadari bahwa dalam setiap masa Pemerintahan siapapun Presidennya memiliki tantangan dan kesempatan yang berlainan.
Dan faktanya pembangunan sebuah negara itu antar setiap masa pemerintahan pasti berkesinambungan. Pembangunan masa Jokowi tak mungkin berlangsung dengan baik, jika pembangunan pada masa Pemerintahan SBY buruk.