Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung(KCJB) tak hentinya menjadi sorotan negatif publik, terakhir yang membuat publik berang,ketika mendapati situasi , Pemerintah Indonesia seolah-olah dijebak oleh Pemerintah China dalam membangun proyek yang entah apa urgensinya ini.
Mengutip berbagai sumber informasi, biaya pembangunan proyek ini terus mengalami pembengkakan.
Menurut hasil audit menyeluruh, proyek KCJB biayanya menggelembung hingga US$ 1,2 milyar atau sekitar Rp. 18,07 triliun.
Dengan demikian, hingga saat ini biaya total proyek yang sudah berjalan sejak 2016 menjadi sebesar US$ 7,27 milyar atau sekitae Rp. 108,4 triliun.
Nilai investasi KCJB sebesar itu, bisa dipergunakan untuk membiayai investasi jalan tol di Pulau Sumatera sepanjang 1.081 kilometer.
Andai itu yang dilakukan artinya 60 persen jalan tol lintas Sumatera mulai dari Bakauheni Lampung hingga Aceh yang menurut Kementerian PUPR direncanakan memiliki panjang 2.818 km, sudah bisa terealisasi, mengingat hingga saat ini jalur tol trans Sumatera telah selesai sepanjang 653 km.
Tol sepanjang 1.734 km di Pulau Sumatera pastinya bakal mengungkit pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut, bahkan sangat mungkin besarannya melebihi proyeksi Bappenas seperti dalam  feasibility studies yang  menunjukan bahwa kota yang disambangi Kereta Cepat akan tumbuh antara 0,06 sampai dengan 1 persen seperti yang terjadi di China, karena melahirkan kawasan aglomerasi baru.
Membaca hasil kajian Bappenas terkait proyek KJCB seperti yang bisa dibaca disini. Seperti sedang mendengarkan tenaga sales "Kota Baru" Meikarta menjual dagangannya.
Berbunga-bunga penuh keindahan tapi dibaliknya tersembunyi tipu daya, proyeksinya untung dan bagus semua, nyaris tak memaparkan risikonya, dengan acuan proyek Kereta Api Cepat di China yang secara landscape pun jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia.
China itu wilayahnya daratan luas yang membentang luas dari timur Asia ke perbatasan Eropa, sedangkan Indonesia ini negara kepulauan, yang tentu saja treatment dalam urusan transportasinya pun berbeda.
Alasan Pemerintah Indonesia menyisihkan Jepang yang nota benenya lebih berpengalaman dan tidak tricky dalam melakukan bisnis untuk kemudian memilih China untuk menangani  proyek KJCB adalah karena dalam proposalnya, biayanya lebih murah, China menawarkan US$ 5,13 milyar sementara Jepang US$ 6,2 milyar.
Kemudian, pada awalnya China tak meminta jaminan Pemerintah Indonesia, pembiayaan dari APBN, dan subsidi tarif, serta pembengkakan biaya akan  menjadi tanggung jawab Joint Venture  Company (JVC), Perusahaan patungan antara China Indonesia yang kemudian diberi nama PT. Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) ini komposisi sahamnya 60 persen Indonesia dan 40 persen China.Â
Modelnya kerjasamanya  full business to business (BtoB), tak melibatkan secara langsung Pemerintah.
Sedangkan isi proposal Jepang dalam poin ini berbanding terbalik dengan proposal yang diajukan China, Jepang meminta jaminan Pemerintah, pembiayaan dari APBN dan subsidi tarif, serta bila terjadi pembengkakan biaya ditanggung Pemerintah.
Atas dasar utama, dua poin itu lah akhirnya Pemerintah Indonesia memilih bekerjasama dengan China, selain beberapa poin lain seperti alih teknologi dan sejumlah alasan teknis lainnya.
Hal ini kemudian di-highlight oleh Presiden Jokowi .
"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk Business to Business (B to B). Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi seperti dilansir Kompas.Com.
Dalam perjalanannya, ternyata salah satu alasan utama Jokowi memilih China sebagai pemenang proyek KCIB tak menggunakan APBN itu direvisi karena terjadi komplikasi yang mengakibatkan pembengkakan biaya berkali-kali, sehingga mau tak mau, APBN harus turun tangan, meski dengan skema pembiayaan yang sedikit berputar melalui penyertaan modal negara PMN kepada perusahaan BUMN Â anggota konsorsium PT. KCIC, dalam hal ini PT.KAI, PT. Waskita Karya, PTPN VIII, dan PT. Jasa Marga.
Alasan lain memilih China pun, dibabat lagi kemudian, pemerintah China meminta jaminan APBN atas utang pembayaran proyek KCJB ini, meski pemerimtah belum.mengiyakan, namun sepertinya Indonesia tak memiliki pilihan lain selain menuruti kemauan China.
Padahal diawal Jokowi sempat berbicara bahwa dalam proyek KCJB ini Indonesia tak akan mau di dikte China, faktanya ya begitu deh.
Di poin lain dengan membengkaknya total biaya menjadi US$ 7,2 milyar, artinya jumlah tersebut sudah jauh melampaui angka penawaran yang diajukan Jepang dalam proposalnya sebesar US$ 6,2 Â milyar.
Meskipun memang tak ada jaminan andai dipegang Jepang-pun Proyek KCJB ini biayanya tak akan membengkak, tapi paling tidak dalam penawarannya Jepang lebih rasional dan tidak tricky.
Hal lain yang dianggap  value added oleh Pemerintah Indonesia saat menentukan China dibandingkan Jepang sebagai pemenang tender KCJB sirna.
Pemerintah Indonesia seperti dijebak oleh China dalam hal ini, kita seperti di fait accomply, mengingat proyek ini sudah 87 persen selesai dan rencananya Agustus 2023 mendatang bakal diresmikan, tak ada langkah lain bagi Pemerintah selain melanjutkan proyek KCJB ini at all cost, termasuk  menyetujui pembayaran bunga utang sebesar 3,4 persen dari total pinjaman Rp.8,3 triliun dan mungkin dengan jaminan APBN.
Mungkin seluruh proses bisnis dari proyek KCJB ini pasti  menggunakan landasan hukum yang sah bahkan dengan aturan-aturan yang baru, bila diperlukan seperti Peraturan Pemerintah atau Peeraturan Presiden atau Peraturan Menteri, agar dikemudian hari tak bermasalah secara hukum.
Namun, Â percayalah dalam perjalanannya kelak apalagi jika kemudian yang memerintah adalah pihak yang secara politik berlawanan dengan Pemerintahan saat ini, Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung ini akan dicari celah hukumnya sehingga berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi para pihak yang terlibat di dalam proyek ini.
Karena meski belum jelas benar terlihat, potensi kerugian negara dari Proyek KCJB ini sudah berkelebat.
Masalah pembengkakan biaya berkali-kali misalnya, kok bisa proyek sebesar itu bisa salah perhitungan? Apalagi jumlahnya cukup signifikan.
Ya kita lihat lah kelanjutan dari gonjang-ganjing Kereta Cepat Jakarta Bandung yang tak jelas apa pentingnya itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI