Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sekali Lagi, Menggugat Alasan PDIP Menolak Kehadiran Timnas Israel yang Berujung Dibatalkannya Piala Dunia U-20 di Indonesia.

3 April 2023   06:05 Diperbarui: 3 April 2023   07:00 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam diksi yang terkesan sangat hati-hati Ketua Umum PSSI, Erick Thohir menerangkan alasan sebenarnya mengapa Federasi Sepakbola Dunia FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.

Lewat channel Youtube milik Sekretariat Negara, Erick mengatakan bahwa ada dua hal krusial  yang membuat FIFA mengambil keputusan tersebut.

Pertama, masalah intervensi yang dilakukan oleh "Pemerintah." Intervensi yang dimaksud Erick adalah penolakan kehadiran timnas Israel oleh Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Kedua, masalah keamanan yang berkaitan dengan komitmen yang sebelumnya telah disepakati bersama.

"Dalam host contract sebagai negara dan host city contract yang ditandatangani itu, kami menjamin keamanan. Tentu ini yang mungkin menjadi pertimbangan FIFA," tutur Erick Thohir.

Host contract dan host city contract yang dimaksud Erick adalah saat bidding, kedua kepala daerah tadi sudah menandatangani kesepakatan untuk menjamin keamanan siapapun peserta Piala Dunia U-20 di Indonesia.

Ndilalahnya, kurang dari 3 bulan dari hari-H event terselenggara kedua Gubernur yang berasal dari partai penguasa PDIP tersebut menolak kehadiran timnas Israel, salah satu peserta Piala Dunia U-20 dengan alasan ndakik-dakik namun terkesan normatif yakni, historis, ideologis, dan kemanusiaan; katanya!

Historisnya seperti yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo dan diterangkan secara lebih detil oleh Hasto Kristiyanto, yang berkaitan dengan sikap Presiden Pertama Republik ini, Sukarno yang memerintah timnas Indonesia saat itu, untuk menolak bertanding dengan Israel pada kualifikasi Piala Dunia tahun 1958 sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Israel atas Palestina.

Tindakan historis tersebut berkaitan dengan ideologis merujuk pada alinea pertana Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tak diperkenankan untuk diamandemen hingga kapanpun mengingat dalam pembukaan UUD'45 terkandung staatsidee atau citra negara berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berbunyi :

"Bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan  peri keadilan dan peri kemanusiaan."

Penjajahan tersebut kemudian berimplikasi terhadap sisi kemanusiaan. Tentara zionis Israel kerap memperlakukan bangsa Palestina dengan sangat kejam, diluar batas-batas kemanusiaan.

Sekilas alasan yang diutarakan oleh PDIP saat menolak timnas Israel untuk hadir di Indonesia dalam rangka Piala Dunia U-20, masuk akal bahkan terkesan sangat mulia.

Namun jika dibedah lebih dalam, ya agak aneh juga bahkan terkesan berlebihan dan ambigu. 

Memang sejarah itu sangat penting menjadi pengingat agar kita bisa belajar dari sisi negatif atau menggunakan sisi positifnya untuk bertindak saat ini.

Tapi ingat, kondisi aktual saat ini tak serta merta bisa menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang dapat dicontoh seluruhnya.

Peristiwa penolakan TImnas Indonesia bertanding dengan Timnas Israel pada tahun 1958 seperti yang diungkap para petinggi PDIP, bisa jadi sudah absolete atau usang dibandingkan situasi geopolitik saat ini.

Melansir situs History, Palestina saat ini secara de jure telah menjadi sebuah negara sejak 15 November 1988 , yang memiliki pemerintahan berdaulat, dan memiliki wilayah negara.

Wilayah Negara Palestina saat ini terbagi ke dalam tiga wilayah utama yakni Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat.

Meskipun kontrol atas wilayah tersebut masih menjadi perebutan dengan Israel. Tetapi melalui resolusi Dewan Keamanan PBB sudah diakui menjadi wilayah milik Palestina, dan telah diakui oleh kurang lebih 140-an negara di seluruh dunia.

Kondisi ini disebabkan Israel dan kurang lebih 50-an negara lain belum mengakui keberadaan Negara Palestina.

Nah, konflik antara kedua bangsa ini untuk saat ini lebih tepat diselesaikan lewat pendekatan diplomatis.Seperti diungkapkan oleh mantan Wapres Indonesia Jusuf Kalla.

Bukan dengan penyelesaian kekerasan dan konflik bersenjata atau dengan boikot-boikotan terhadap Israel seperti yang di encourage oleh sejumlah pihak di Indonesia.

Toh, solusi dua negara dalam suatu wilayah kini terus diupayakan berbagai pihak termasuk oleh penyokong utama Israel, Amerika Serikat.

Meskipun faktanya solusi dua negara ini selalu pasang surut, masih jauh dari ajeg. Nah agar ajeg ya harus didorong dengan pendekatan diplomasi, jika Indonesia ingin berperan aktif membuat situasi di Palestina kondusif ya harus mampu membawa kedua belah pihak ke meja perundingan, bukan memboikot seperti saat ini.

Apakah dengan menolak kehadiran timnas Israel otomatis situasi di Palestina menjadi lebih baik, kan tidak.

Lagi pula, seperti diungkapkan Presiden Jokowi menerima kehadiran Timnas Israel di ajang Piala Dunia U-20 tak berarti menggoyahkan posisi Indonesia dalam mendukung Palestina.

Kemudian, alasan konsitusi yang disebut sebagai sikap ideologis PDIP menolak kehadiran penjajah di Indonesia, kalau memang konsisten, kok mereka tak menolak  delegasi parlemen Israel saat hadir dalam sidang ke-144 Inter Parlementary Union (IPU) yang berlangsung di Bali pada September 2022 lalu.

Malah saat itu bendera bintang daud Israel bisa berkibar dengan tenang dan megah. Parlemen Indonesia beralasan bahwa saat itu, kedatangan delegasi Israel atas undangan Organisasi IPU, Indonesia hanya sebagai tuan rumah.

Apabila demikian, apa bedanya dengan kehadiran Timnas Israel di Piala Dunia U-20, toh yang menyelenggarakan FIFA, Indonesia hanya lah tuan rumah yang tak memiliki kapabilitas untuk menolak atau mengundang peserta piala dunia.

Jika konsisten bicara pelanggaran kemanusiaan, kurang jahat apa sikap junta militer Myanmar memperlakukan bangsa Rohingnya, mereka bukan hanya dihabisi bahkan dibuat stateless karena tak diakui keberadaannya, tapi ketika timnas Myanmar datang ke Indonesia tak mereka protes, tak mereka tolak.

Ini kan ambiguitas yang clear terpampang, sama saja dengan tuduhan PDIP terhadap ambiguitas FIFA dalam konteks Rusia.

Saya jadi bertanya-tanya apa sih motif sebenarnya PDIP menolak kehadiran timnas Israel  sehingga kemudian FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia u-20 2023.

Kenapa saya hanya menyorot PDIP, bukan pihak lain yang juga menolak kehadiran timnas Israel.

Lantaran seperti diungkapkan Ketua Umum PSSI dan juga Jokowi dalam acara Silaturahmi Ramadan Bersama Presiden Jokowi di Kantor DPP PAN, Minggu (02/04/2023) kemarin penyebab utama gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia karena ada kepala daerah yang melanggar komitmennya.

Padahal dua Gubernur dari PDIP penolak kehadiran timnas Israel, Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebelumnya telah sepakat menandatangani komitmen sebagai tuan rumah 

"Lapangannya dicek, perbaiki, dicek lagi, diperbaiki di cek lagi, tidak semudah itu, dan saat ini menandatangani Guarantee Country Host dan City Host di situ sudah tercantum semuanya apa apa yang harus kita komitmen kan dan kita tanda tangan," kata Jokowi, seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Saya yakin kalau kedua Gubernur dari PDIP ini tak menolak, dan ada ormas atau pihak lain yang menolak kehadiran timnas Israel, FIFA sangat mungkin tak akan membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia u-20, sepanjang  Pemerintah Indonesia bisa menjamin keamanan para peserta dan keberlangsungan pertandingan sesuai standar FIFA.

Pembatalan status Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia ini implikasinya sangat panjang dan luas, bukan sebatas di lingkup sepakbola, secara ekonomi pun jelas terdampak.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno potensi kerugian materi karena pembatalan ini mencapai Rp. 3,7 triliun.

Belum lagi biaya untuk persiapan event dan perbaikan infrastruktur stadion yang akan digunakan.

Bagaimana nasib para pelaku usaha UMKM mitra produksi 58 item merchandise dan souvenir Piala dunia yang sudah memproduksi barangnya?

Bagaimana nama baik Indonesia dikancah pergaulan internasional terutama dalam hal kemungkinan Indonesia untuk menjadi tuan rumah event olahraga internasional?

Dus, apa kabar dengan sanksi yang pasti bakal dijatuhkan FIFA terhadap Indonesia yang potensial membuat Indonesia dikucilkan dari ekosistem sepakbola dunia.

PDIP mau bertanggungjawab?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun