"Ya Kalau menurut saya, pantas rakyat kecewa karena pelayanannya dianggap tidak baik, kemudian aparatnya perilakunya jemawa dan pamer kuasa, kemudian pamer kekuatan, pamer kekayaan, hedonis"
Begitu kalimat yang cukup pedas dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (02/03/2023), seperti yang saya saksikan lewat Channel Youtube Sekretariat Presiden.
Jokowi terlihat kecewa dan kesal dengan fenomena gaya hedonis para pejabat negara dan keluarganya, yang belakangan menjadi bahan perbincangan publik.
Ia mengaku, turut membaca komentar-komentar di media sosial dan mendengarkan di lapangan, terkait peristiwa yang melibatkan pejabat di institusi pajak dan bea cukai Kementerian Keuangan.
Presiden juga menekankan, kepada para menterinya, Kapolri, dan Jaksa Agung untuk mengingatkan bawahannya agar tak lagi gemar memamerkan kekuasaan, kekayaan, serta bergaya hidup hedonis karena hal tersebut berlawanan dengan semangat reformasi birokrasi yang menjadi salah satu program utama Pemerintahan Jokowi
Ya memang begitu yang terjadi, Rakyat luar biasa kecewa dengan gaya hidup hedonis para pejabat dan keluarganya. Bukan kali ini saja sebenarnya gaya hidup glamor yang di-flexing lewat unggahan di berbagai platform media sosial dilakukan oleh para pejabat negara.
Saya terkadang heran, melihat rumah-rumah pejabat negara bisa begitu mewah yang dihiasi dengan deretan mobil-mobil mewah, istri dan keluarganya bergaya hidup glamor, padahal, gaji resminya sudah tertakar lewat aturan-aturan yang ada, dan takarannya itu sudah diketahui secara luas oleh masyarakat.
Saya juga kerap melihat para pejabat negara dan keluarganya dihormati secara berlebihan oleh para bawahan dan lingkungan sekitarnya, seperti kita sedang menyaksikan film-film tentang kerajaan di masa lampau yang penuh feodalisme.
Padahal belum tentu juga mereka itu pantas dihormati.
Dalam setiap kesempatan, bahkan diluar urusan pekerjaan sekalipun mereka mendapat privilege berlebihan,dijalanan seolah mereka lah yang paling penting, paling memiliki hak dibandingkan orang lain, iring-iringan kendaraan para pejabat itu tak peduli macet minta didahulukan, dan itu didiamkan dan difasilitasi oleh negara, ironisnya hal tersebut dimaklumi pula oleh publik.
Keistimewaan-keistimewaan tersebutlah yang melenakan para pejabat negara tersebut, apalagi mereka memiliki akses cukup besar terhadap sumber-sumber ekonomi negara, yang potensial untuk digunakan bagi kepentingan pribadi mereka.
Kondisi itu semua, membawa mereka ke dalam kondisi seperti gangguan psikologis "star syndrome" alhasil munculah sikap-sikap gemar flexing dan hedonis, untuk melengkapi citra mereka sebagai pejabat negara yang dihormati, bangsa kaum VVIP.
Bantu para pejabat negara untuk menjauhi sifat-sifat hedonis dengan cara tak menghormati mereka secara berlebihan, biasa saja lah, hormati mereka dalam batas-batas kewajaran, jangan seperti hamba sahaya kepada tuannya.
Jangan melulu memandang orang dari hartanya yang berlimpah, kekuasaanya yang besar sehingga melupakan mereka juga manusia biasa saja, seperti kebanyakan dari kita semua.
Rumusnya mungkin saja sesederhana itu, hanya saja implementasinya tak akan semudah itu, butuh daya dukung yang kuat dari semua pihak.
Hedonisme  para pejabat negara seperti yang dipamerkan belakangan terlahir ketika dorongan untuk mendapat pengakuan-pengakuan dalam kehidupan, mengalahkan integritas dalam dirinya.
Akibatnya, kepekaan dan empati dalam dirinya lenyap tak berbekas, akhirnya hedonisme akan tumbuh subur dan memunculkan perilaku-perilaku yang di luar nalar kemanusiaan.
So, B aja lah dalam menghormati Pejabat Negara, ketika jabatannya hilang dan itu pasti terjadi, sama saja mereka juga rakyat jelata seperti kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H