Apabila berkas bandingnya setelah di proses di pengadilan tinggi ditolak, hampir pasti ia bakal mengajukan Kasasi yang akan diperiksa oleh Mahkamah Agung seperti yang diatur dalam Pasal 224 KUHAP.
Dalam pasal itu disebutkan, bahwa pengajuan kasasi selambat-lambatnya 14 hari setelah putusan banding di pengadilan tinggi dikeluarkan.
Jika kemudian Kasasinya ini pun ditolak, Ferdy Sambo bisa mengajukan upaya hukum lain yakni Peninjauan Kembali (PK) seperti yang diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, namun PK ini harus disertai dengan novum atau bukti baru.
Dan upaya hukum PK tersebut bisa dilakukan berkali-kali seperti putusan Mahkamah Konstitusi. Jika masih di tolak juga, upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan adalah mengajukan Grasi kepada Presiden Republik Indonesia.
Seluruh upaya hukum ini tentu saja akan memakan waktu yang sangat lama, tak ada aturan atau jangka waktu yang pasti terkait seluruh proses hukum tersebut.
Menurut Hakim non-aktif Albertina Ho seperti yang saksikan dalam acara Rosi di Kompas.TV, Kamis (16/02/2023) malam, upaya hukum seorang terpidana mati bisa menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun untuk memperoleh kepastian hukum, dan selama proses hukum itu masih berlanjut ia tak boleh dieksekusi.
Berarti cukup waktu bagi Ferdy Sambo, untuk menunggu hingga Undang-Undang nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP diberlakukan.
Dalam Pasal 100 KUHP Baru yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026 disebutkan bahwa "Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan (selama) 10 tahun"
Jika dalam 10 tahun itu terpidana berkelakukan baik, menampakan rasa penyesalan dan ada harapan untuk memperbaiki diri, maka hukuman mati tersebut bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup.
Apakah ini yang akan terjadi kepada Ferdy Sambo?
We never know, till it come.