QRISÂ yang dirilis Bank Indonesia terus ramai menjadi bahan perdebatan di media sosial.
Pelafalan cara pembayaran digitalEntah apa manfaatnya!
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Wardjiyo lewat akun Twitter resmi milik BI @bank_Indonesia, mengatakan lewat video pendeknya  bahwa pelafalan yang benar untuk pembayaran digital itu adalah "KRIS"
"Nah, ingat sobat Rupiah kalau ingin membayar ingin bayar apa saja, yang tinggal scan dengan cepat, mudah, aman, dan andal, ya tinggal scan aja dengan KRIS bukan KYURIS."
Hal ini kemudian diperkuat dengan paparan yang disampaikan situs resmi Bank Indonesia, BI.go.id.
"Quick Response Code Indonesian Standart atau biasa disingkat QRIS (dibaca KRIS) adalah panyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code"
Namun rupanya, keterangan resmi dari Bos BI dan situs resmi bank sentral Indonesia sebagai pemilik program, tak serta merta bisa menghentikan perdebatan pelafalannya.
Salah satu influencer di platform media sosial Twitter pemilik akun @nessijudge, keukeuh bahwa pelafalan yang benar QRIS adalah KYURIS.
"IT'S QYURIS NOT KRIS, i'm so sorry bapak-bapak, it's English, u set this up yourselves hahaha
It's Mekdi for McD bukan Mekde.
Keyefsi for KFC bukan Kaefce.
Eichenem for H&M bukan Hadanem
Wkwkw jangan berantakin otak kita yang sudah berantakan ini"
Merespon pendapat Nessi Judge, akun Twitter lain penganut pelafalan KRIS, mematahkan opini tersebut dengan pendekatan cabang Ilmu Linguistik, Phonetics, bahwa huruf Q jika bertemu huruf R dibaca Ki, bukan "KYU" jadi yang benar pelafalannya "KRIS"
"Kalo logika Anda begitu, harusnya QUICK dibaca KYUIK donk, QUEEN dibaca KYUIN.
Kalo tulisannya Q-RIS, bener dibaca KYURIS, tapi ini kan QRIS yg ditulis secara tersambung, yg artinya semua huruf melebur jadi 1 kata, bener kan uda @ivanlanin ?" Cuit pemilik akun @KingofSunshine2, seraya me-mention ahli bahasa Ivan Lanin.
Ivan pun merespon senggolan warganet +62 tersebut, ia berpendapat akan mengikuti kemauan si empunya nama dalam hal QRIS, ya Bank Indonesia.
"Saya ikut kemauan pihak yang punya nama itu saja.
Ketika ada orang bernama "Brian", misalnya, saya memanggilnya "brian" atau "braien" sesuai dengan permintaannya. Empunya nama bisa marah kalau panggilannya tidak sesuai maunya." cuit Ivan.
Saya kira ini merupakan perdebatan yang sama sekali tidak substanstif, meski bagi Bank Indonesia sangat bermanfaat, paling tidak QRIS menjadi bahan perbincangan publik dan hasilnya brand awareness program pembayaran digital milik BI ini menjadi meluas di tengah masyarakat, which is "GOOD"Â
Toh apapun pelafalan "QRIS" substansinya tak akan berubah sebagai alat pembayaran digital yang mengintegrasikan seluruh metode pembayaran non-tunai di wilayah Indonesia dan belakangan,bekerjasama  dengan beberapa bank sentral di sejumlah negara, QRIS bisa digunakan di beberapa negara ASEAN dan Asia lainnya.
Selain itu, kedua belah pihak yang bertransaksi menggunakan QRIS pun bisa memahami, mau penyebutannya Kris atau Kyuris, bukan kah kesepahaman itu yang lebih penting?
Melansur situs bi.go.id, sumber dana transaksi QRIS adalah simpanan, kartu kredit, uang elektronik dan/atau e wallet milik nasabah penggunanya.
Untuk kepentingan kemudahan settlement dan keamanan saat ini setiap transaksi menggunakan QRIS dibatasa maksimal Rp.10 juta saja.
Dari sisi pengguna aplikasi, QRIS memberi manfaat  transaksi bisa dilakukan dengan cepat plus kekinian, tak perlu repot bawa uang tunai dan tak perlu juga memilah-milah QR siapa yang melayani pembayarannya, serta dapat dipastikan terlindungi karena seluruh PJSP peserta QRIS pasti memiliki izin dan diawasi BI.
Dari sisi penjual atau merchant, QRIS potensial meningkatkan volume penjualan, meningkatkan branding, mengurangi biaya pengeloaan kas, tak perlu menyiapkan uang kembalian, transaksi tercatat secara otomatis, memudahkan rekonsiliasi  dan bisa mencegah kecurangan serta membangun informasi kredit profilling, jika di masa depan bermaksud mengajukan kredit.
Jadi apapun pelafalan QRIS, mau KRIS, KYURIS, atau seperti yang lebih sering diucapkan pengguna "bisa scan ga?" ya sah-sah saja toh seluruh manfaat dan tujuan salah satu alat pembayaran digital yang mulai diluncurkan BI pada 17 Agustus 2019 tak akan berubah, hanya karena berbeda penyebutannya.
“What’s in a name? That which we call a rose
By any other name would smell as sweet" Ujar Shakespeare dalam Romeo and Juliet.
Apalagi cuma pelafalan doang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H