Sebenarnya dalam pengelolaan perekonomian suatu negara, satu sama lain berbeda-beda tergantung kondisi politik, size economynya, demografi dan geografisnya serta budaya dari bangsa yang bersangkutan. Meskipun secara teori mungkin sama saja.
Atas dasar tersebut, membandingkan harga jual minyak dalam negeri Indonesia, secara head to head dengan Aljazair ya tak apple to apple juga.
Jumlah penduduknya saja jomplang, Indonesia dihuni oleh 277, 32 juta jiwa, sedangkan Aljazair, melansir situs Worldometer,penduduknya sebanyak 43,85 juta jiwa.
Cadangan minyak Aljazair, 12,2 miliar barel, produksi hariannya sebanyak 1,02 juta barel, dan mereka net eksportir minyak.
Indonesia cadangan minyaknya hanya 2,48 miliar barel dengan produksi 612 ribu barel per hari  dan Indonesia saat ini adalah net importir minyak.
Dengan kondisi ini, wajar saja, apabila harga jual BBM dalam negeri di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan Aljazair.
Justru akan menjadi tidak wajar apabila harga BBM di Indonesia, sama atau lebih murah dibandingkan Aljazair.
Kadang cara berpikir pihak-pihak yang berseberangan dengan Pemerintah ini agak aneh dalam hal mengelola perekonomian negara ini.
Di satu sisi, mereka terus menyerang cara Pemerintah mengelola pendapatan negara dengan cara intesifikasi perpajakan yang merupakan sumber utama pendapatan negara.
Di sisi lain, mereka juga berharap segala hal disubsidi termasuk BBM, kalau bisa semurah mungkin.
Ketika terjadi defisit antara anggaran pendapatan serta belanja negara terjadi, dan  terpaksa Pemerintah harus berhutang, digebukin juga. Utang negara digoreng sedemikian rupa. Seolah tak pernah ada benernya.