Kondisi ini memperburuk situasi ekonomi pasca pandemi yang belum menemukan titik equilibrium dalam hal rantai pasokan, permintaan melonjak kencang sementara pasokan masih tersendat di sana-sini.
Alhasil suplai dan permintaan menjadi jomplang, suplai melempem karena sisi produksinya belum siap setelah dimatikan akibat pandemi Covid-19, sementara permintaan meledak lantaran pasca pandemi orang mulai bergerak sehingga ekonomi menggeliat cepat. Akibatnya harga jualnya menjadi mahal, yang akhirnya memicu inflasi.
Ketika inflasi naik sementara pertumbuhan ekonomi turun maka lahir lah istilah stagflasi, yang merupakan akronim dari pertumbuhan ekonomi stagnan/turun sementara inflasi terus meroket naik.
Peristiwa ekonomi stagflasi ini menjadi mimpi buruk bagi para pengambil kebijakan ekonomi di sebuah negara, Â lantaran ketika stagflasi terjadi, pengangguran biasanya akan naik cukup tinggi, dengan demikian daya beli masyarakat pun akan turun, karena mereka mengurangi konsumsi.
Sementara, dalam saat bersamaan harga-harga barang melonjak karena inflasi yang bergerak ke atas secara signifikan.Â
Dengan situasi ini maka angka kemiskinan akan naik, apalagi kemudian stagflasi juga bakal memantik merosotnya nilai tukar uang sebuah negara.
Bukan hanya perekonomian rakyat yang susah tetapi perekonomian negara yang terpapar dampak stagflasi bakal merana.Â
Jika situasi seperti ini tak terkelola dengan baik bisa berdampak luas terhadap sektor lain, terutama politik dan keamanan.
Dalam kisah lain yang tak kalah mengkhawatirkan, dan bisa jadi berkorelasi.
Saat ini terjadi pula resesi lain yang ujungnya bakal berdampak pada perekonomian dunia, resesi yang dimaksud adalah resesi seks
Menukil artikel The Atlantic, istilah resesi seks merujuk pada penurunan jumlah aktivitas seksual yang memengaruhi tingkat kelahiran menjadi rendah.