politik dan kehidupan Anwar Ibrahim yang penuh warna dan drama serta kontroversi tak lain tak bukan adalah Wan Azizah Wan Ismail
Sosok paling berpengaruh dalam karirTanpa dukungan, cinta, dan kesetiaan Wan Azizah Wan Ismail, istrinya, Anwar Ibrahim sangat mungkin hari Jumat (25/11/22) akhir pekan lalu tak akan disahkan menjadi Perdana Menteri Malaysia ke-10.
Atau Anwar tak akan pernah mencapai mimpinya untuk menjadi orang nomor 1 di Pemerintahan Malaysia bahkan bisa jadi ia tak lagi dapat berkiprah di dunia politik Malaysia.
Sosok Wan Azizah bagi Anwar Ibrahim lebih dari sekedar seorang istri, sahabat, atau  rekan seperjuangan. Cinta dan kesetiaannya seolah menjadi malaikat pembimbing dan penolong bagi Anwar.
Perempuan 69 tahun ini, rela meninggalkan karirnya yang cukup moncer di dunia medis sebagai salah satu dokter bedah paling top di Malaysia selama belasan tahun, untuk turun ke gelanggang politik yang tak menentu, saat Anwar dipecat Mahathir karena berselisih dalam penanganan krisis ekonomi 1998.
Tak sekedar dipecat, Anwar dipenjarakan oleh Mahathir dengan tuduhan sodomi, yang pasti menghantam keras mental Wan Azizah sebagai seorang Istri.
Siapa perempuannya yang tak akan terganggu jika suaminya dituduh melakukan perbuatan asusila dengan orang lain, pilihan emosional biasanya akan diambil menyikapi hal tersebut.
Tapi tidak dengan Wan Azizah, ia tetap mendukung suaminya. Tanpa cinta, rasa percaya yang begiti besar dan kesetiaan hal itu tak akan pernah terjadi.
Sejak itu, kehidupan Wan Azizah berubah drastis. Cobaan yang menimpa Anwar memaksa ibu enam orang anak ini terjun langsung ke dunia politik demi memperjuangkan keadilan bagi keleuarga terutama suaminya.
Elan politik Wan Azizah, berhasil membangkitkan dukungan bagi Anwar Ibrahim, mereka meyakini bahwa tuduhan sodomi yang diimbuhi tudingan korupsi terhadap Anwar sebagai upaya pembungkaman pria yang kini berusia 75 tahun itu atas kasus korupsi rezim Mahathir yang akan diungkapnya.
Dengan cinta dan Kesetiaan Wan Azizah tersebut, semangat Anwar Ibrahim dalam menyuarakan reformasi dari balik jeruji besi terus terpelihara.
Setelah Anwar di vonis enam tahun penjara, pada tahun 1999 ia bergerak membentuk semacam gerakan pro demokrasi.
Lantas langkah politiknya semakin nyata setelah mengejawantahkan ide politik suaminya untuk mendirikan Partai Keadilan Rakyat (PKR).
Wanita lulusan terbaik Royal College of Surgeon Irlandia ini berharap dengan mendirikan PKR ia bisa berkiprah langsung dalam sistem politik Malaysia.
Dengan meraih kursi di parlemen, berarti ia akan mampu mendorong proses reformasi dan demokratisasi di Malaysia sehingga ia bisa membebaskan suaminya, itu satu-satunya tujuan Wan Azizah.
Tak cukup lewat sistem politik di dalam negeri, Wan Azizah pun berupaya keras menggalang dukungan dari luar negeri agar memberi tekanan pada Mahathir untuk membebaskan Anwar.
Upaya Wan Azizah tersebut membuahkan hasil, bahkan Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negerinya saat itu Madeleine Albright  mendukung perjuangannya.
Pun demikian di dalam negeri, eksistensi Wan Azizah di kancah politik nasional Malaysia makin menguat setelah dalam Pemilu 1999, PKR berhasil meraih 5 kursi Parlemen, termasuk satu kursi untuk dirinya sebagai perwakilan dari daerah pemilihan Pematang Pauh wilayah di mana Anwar terpilih sebelumnya.
Posisi sebagai anggota Parlemen tersebut berhasil dipertahankan Wan Azizah pada Pemilu selanjutnya tahun 2004.
Kursi yang kemudian ia berikan kepada suaminya pada tahun 2008 selepas Anwar dibebaskan oleh pemerintah PM Abdullah Badawi  setelah Mahathir mundur dari jabatan PM Malaysia pada tahun 2004.
Anwar pun kemudian menduduki kursi parlemen mulai Agustus 2008, sekaligus menjadi pemimpin kelompok oposisi Pakatan Harapan di majelis rendah parlemen yang sebelumnya diduduki Wan Azizah.
Wan Azizah kembali berada dibelakang untuk mendukung karir politik suaminya.
Namun, masa itu tak berlangsung lama, Anwar Ibrahim kembali diserang isu politik yang sama, tuduhan Sodomi menimpanya lagi.
Perjalanan hukum yang panjang selama dua tahun membebaskan Anwar dari tudingan tersebut, setelah pengadilan Malaysia mendrop kasus itu karena tak cukup bukti.
Tak puas, lawan politiknya mengajukan banding sehingga kemudian pada 2015 Mahkamah Agung Malaysia memutuskan Anwar Ibrahim bersalah dan di vonis 5 tahun penjara.
Sekali lagi, Wan Azizah turum gunung ia mengambil kendali dan memimpin  PKR yang sebelumnya dipegang oleh suaminya.
Ia terus berjuang mengobarkan perlawanan sebagai oposisi terhadap pemerintah. Tujuannya kembali untuk membebaskan suaminya.
Dengan dingin dan logis, ia melakukan langkah politik strategis dengan mempersilahkan Mahathir Muhammad, orang yang telah memenjarakan suaminya untuk bergabung dengan koalisi Pakatan Harapan  demi membebaskan suaminya.
Wan Azizah berpikir bahwa koalisi yang dipimpinnya agar bisa melaju menaklukan rezim berkuasa membutuhkan seseorang yang memiliki kredibiltas dan pengalaman seperti Mahathir.
Dengan beberapa syarat, dua diantaranya membebaskan Anwar Ibrahim apabila Mahathir berhasil meraih kursi PM Malaysia dan mempersilahkan Anwar untuk menduduki jabatan itu setelah 2 tahun masa kepemimpinan Mahathir.
Sementara bagi Mahathir langkah ini pun sangat strategis mengingat popularitas Wan Azizah dan Anwar Ibrahim meski masih mendekam di balik bui masih cukup moncer.
Dan seperti kita tahu, Mahathir berhasil menjadi PM malaysia pada usia 92 tahun.Â
Seluruh kesepakatan ini dilakukan oleh Wan Azizah sekali lagi demi membebaskan  dan membuat jalan bagi karir politik suaminya.
Makannya tak heran jika kemudian Wan Azizah didaulat menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia. Jabatan tertinggi di pemerintahan Malaysia yang pernah diraih oleh seorang perempuan.
Wan Azizah yang di dunia politik Malaysia biasa disebut Kak Wan, tak pelak menjadi salah satu politikus perempuan paling berpengaruh dalam sejarah Malaysia.
Sayangnya, dinamika politik kemudian terjadi, apa yang disepakati tak sepenuhnya dijalankan Mahathir.
Betul Mahathir membebaskan Anwar melalui pengampunan yang diberikan oleh Raja atas rekomendasinya sebagai Perdana Menteri.
Setelah Anwar bebas, Wab Azizah kembali memberikan posisinya ssbagai pimpinan Koalisi Pakatan Harapan kepada suaminya
Tetapi perkara menyerahkan kekuasaan kepada Anwar sebagai orang nomor 1 di Pemerintahan Malaysia tak jua terjadi.
Mahathir mengulur-ngulur waktu dengan cara-cara politis, hingga akhirnya menimbulkan perpecahan di kalangan koalisi Pakatan Harapan, yang berujung mundurnya Mahathir.
Dinamika yang kemudian dimanfaatkan oleh UMNO atau Koalisi Barisan Nasional untuk kembali mengambil alih kendali pemerintahan.
Muhyiddin Yassin kemudian diangkat menjadi PM Malaysia dari UMNO. Tak lama berselang, karena krisis akibat pandemi Covid-19 ia kehilangan dukungan di Parlemen sehingga memaksanya mundur.
Posisinya digantikan oleh Kader Barisan Nasional lain Ismail Jacob yang kemudian memajukan pelaksanaan Pemilu.
Pemilu yang dilaksanakan November 2022 ini berhasil membawa Pakatan Harapan meraih kursi mayoritas Parlemen dengan raihan 82 kursi, meski belum cukup untuk melewati ambang batas 120 kursi untuk membentuk kabinet.
Guna menyelesaikannya, Raja Malaysia Al Sultan Abdullah melakukan pertemuan dengan 9 Raja negara bagian lain, yang kemudian menetapkan Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri Malaysia.
Melihat perjalanannya, Anwar Ibrahim beruntung memiliki seorang istri yang ia cintai dan mencintainya sedemikian besar.
Tanpa Wan Azizah, perempuan tangguh penuh cinta dan kesetiaan, Anwar Ibrahim tak akan sampai ke posisinya saat ini.
Ini merupakan bukti bahwa dalam setiap kesuksesan laki-laki atau perempuan ada dukungan dari pasangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H