Setelah Anwar di vonis enam tahun penjara, pada tahun 1999 ia bergerak membentuk semacam gerakan pro demokrasi.
Lantas langkah politiknya semakin nyata setelah mengejawantahkan ide politik suaminya untuk mendirikan Partai Keadilan Rakyat (PKR).
Wanita lulusan terbaik Royal College of Surgeon Irlandia ini berharap dengan mendirikan PKR ia bisa berkiprah langsung dalam sistem politik Malaysia.
Dengan meraih kursi di parlemen, berarti ia akan mampu mendorong proses reformasi dan demokratisasi di Malaysia sehingga ia bisa membebaskan suaminya, itu satu-satunya tujuan Wan Azizah.
Tak cukup lewat sistem politik di dalam negeri, Wan Azizah pun berupaya keras menggalang dukungan dari luar negeri agar memberi tekanan pada Mahathir untuk membebaskan Anwar.
Upaya Wan Azizah tersebut membuahkan hasil, bahkan Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negerinya saat itu Madeleine Albright  mendukung perjuangannya.
Pun demikian di dalam negeri, eksistensi Wan Azizah di kancah politik nasional Malaysia makin menguat setelah dalam Pemilu 1999, PKR berhasil meraih 5 kursi Parlemen, termasuk satu kursi untuk dirinya sebagai perwakilan dari daerah pemilihan Pematang Pauh wilayah di mana Anwar terpilih sebelumnya.
Posisi sebagai anggota Parlemen tersebut berhasil dipertahankan Wan Azizah pada Pemilu selanjutnya tahun 2004.
Kursi yang kemudian ia berikan kepada suaminya pada tahun 2008 selepas Anwar dibebaskan oleh pemerintah PM Abdullah Badawi  setelah Mahathir mundur dari jabatan PM Malaysia pada tahun 2004.
Anwar pun kemudian menduduki kursi parlemen mulai Agustus 2008, sekaligus menjadi pemimpin kelompok oposisi Pakatan Harapan di majelis rendah parlemen yang sebelumnya diduduki Wan Azizah.
Wan Azizah kembali berada dibelakang untuk mendukung karir politik suaminya.