Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gempa Bumi Cianjur, Jangan Sampai dalam Kekalutan Ada Tangan yang Tega Berbuat Nista

23 November 2022   15:06 Diperbarui: 23 November 2022   15:42 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul tulisan yang sangat sederhana ini terinspirasi dari sebuah lagu yang dinyanyikan oleh musisi balada legendaris Indonesia, Ebiet G. Ade yang bertajuk "Untuk Kita Renungkan"

Dalam lagu yang ditulis  Ebiet pada tahun 1982 setelah bencana meletusnya Gunung Galunggung , meskipun lawas tetapi makna dari liriknya masih relevan dengan situasi kekinian, apalagi saat ini bangsa Indonesia khususnya warga masyarakat di Kawasan Cianjur-Sukabumi tengah mengalami bencana gempa bumi cukup dahsyat yang menurut berita terakhir menewaskan 268 orang, hilang 151 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang.

Selain itu bencana gempa bumi yang menurut Badan Metrologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) diakibatkan bergesernya Sesar Cimandiri ini, memaksa 58.652 orang untuk mengungsi serta merusak lebih dari 20.000 ribu rumah di kawasan yang meliputi 12 Kecamatan di Kabupaten Cianjur dan sebagian kecil Kabupaten Sukabumi.

Lagu "Untuk Kita Renungkan" ini mendeskripsikan tentang musibah dan bencana yang terjadi di dunia. 

Anugerah dan bencana
Adalah kehendakNya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil
Agar kita sadar
Adalah Dia diatas segalanya oh ho...
Adalah Dia diatas segalanya

Anak menjerit - jerit
Asap panas membakar
Lahar dan badai menyapu bersih

Ini bukan hukuman
Hanya satu isyarat
Bahwa kita mesti banyak berbenah

Memang bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan
Masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista.

Dari potongan lirik di atas, karena kita bangsa yang relijius pastinya memercayai bahwa apapun peristiwa yang terjadi di dunia ini berlangsung karena kehendak Sang Maha Pencipta.

Untuk itu segala Anugerah yang bisa dimanifestasikan dengan rejeki yang berlimpah atau sehat jasmani dan rohani merupakan bagian yang harus disyukuri.

Namun bukan berarti bencana seperti yang terjadi di Cianjur itu membuat kita berkecil hati dan merasa di hukum oleh Sang Maha Kuasa.

Justru Bencana itu harus disikapi sebagai isyarat bagi kita semua untuk berbenah baik secara spiritual, sosial, maupun dalam hal kita memperlakukan alam yang telah menghidupi kita selama ini.

Bencana yang terjadi hanyalah teguran saja, oleh sebab itu kedepannya kita harus lebih baik lagi dalam hidup dan berkehidupan.

Lebih jauh lagi dan ini sangat menarik bagi saya karena berhubungan dengan penanganan bencana oleh para pihak yang berwenang. Jangan sampai bencana dijadikan sebagai lahan untuk memperkaya diri sendiri atau siapapun dengan cara-cara lancung yang sangat melukai kemanusian.

Mengapa hal ini harus menjadi perhatian dan peringatan, karena memang dalam kekalutan masih banyak tangan yang tega berbuat nista.

Bukan sekali dua kali dana yang disiapkan pemerintah atau disumbangkan oleh para dermawan untuk digunakan membantu korban bencana malah diselewengkan oleh para pihak yang berwenang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri.

Mungkin hampir seluruh bencana di Indonesia dalam penanganan pasca bencana-nya selalu di imbuhi oleh laku koruptif para oknum yang memiliki wewenang untuk menyalurkan dan menggunakan dana bantuan bencana tersebut.

Misalnya saat terjadi bencana tsunami di Pulau Nias tahun 2005, bantuan yang digelontorkan oleh Pemerintah untuk penanggulangan bencana dikentit oleh Bupatinya sendiri  yang bernama Benedictus Baeha senilai Rp.3,7 milyar dari Rp.9,4 milyar yang dikucurkan.

Kemudian, saat gempa bumi yang terjadi di Mataram pada pertengahan tahun 2018, anggota DPR-D Kota Mataram saat itu melakukan pungli dana APBD yang diperuntukan untuk perbaikan gedung-gedung sekolah yang rusak karena gempa dengan nilai Rp4,2 milyar.

Bencana gempa bumi dan tsunami di Donggala- Palu Sulawesi Tengah yang terjadi di kuartal akhir 2018, menjadi bahan bancakan para pejabat Kementerian PUPR untuk proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) dengan nilai proyek Rp. 429 milyar, 10 persen dari nilai proyek itu menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibagikan para pejabat PUPR tadi.

Bahkan untuk kebutuhan rehabilitasi Mesjid yang terkena gempa Mataram berani juga mereka gangsir, dana Rp 6 milyar diselewengkan oleh 3 ASN Kanwil Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat, luar biasa memang laku koruptif para pejabat berjiwa lancung tersebut.

Mungkin yang paling terkenal, saat Menteri Sosial saat itu Juliari Batubara menjual kewenangannya dalam pengadaan bansos yang akan dibagikan kepada masyarakat terdampak dalam bencana pandemi Covid-19 yang baru lalu, pandemi Covid-19 dikategorikan ke dalam bencana non-alam yang saat itu sedang sangat serius ditangani oleh Pemerintah.

Sayangnya, semua terdakwa dalam kasus-kasus korupsi dana yang diperuntukan untuk penanggulangan bencana alam dan non-alam di atas, tak ada satu pun yang dijatuhi hukuman maksimal seperti yang tertuang dalam Pasal 2 (ayat) 2 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi :

Pasal 2 ayat (2)

"Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."

Harus diingat korupsi dana bantuan untuk kebutuhan bencana itu adalah la cream de la cream-nya kasus korupsi. Korupsi saja tanpa embel-embel yang dikorupsi dana bantuan bencana sudah dianggap kejahatan luar biasa, apalagi yang dikorupsi itu dana bencana.

Bayangkan mereka sudah kehilangan sanak saudaranya, anak-anaknya, atau orang tuanya. Mereka juga harus kehilangan harta bendanya, dalam konteks gempa Cianjur kita semua saksikan di televisi, rumah mereka luluh lantak, rata dengan tanah, tinggal dimana lagi mereka ini.

Jadi tolong kepada siapapun pejabat yang berwenang, dari tingkat paling rendah RT, RW, Lurah/Kepala Desa, Camat, atau pejabat-pejabat yang berkaitan dengan dana bantuan bencana yang nantinya akan digelontorkan pemerintah atau siapapun dalam rangka penanggulangan dampak bencana gempa bumi di Kabupaten Cianjur, hati-hati jangan terpancing legitnya uang yang pastinya akan datang bertaburan dalam berbagai bentuk dan skema.

Yang sudah pasti akan dikucurkan pemerintah hingga saat ini, seperti diungkapkan oleh Presiden Jokowi adalah dana bantuan renovasi atau membangun ulang rumah-rumah masyarakat terdampak yang hancur dengan besaran rusak berat Rp.50 juta, rusak sedang Rp.25 juta, rusak ringan Rp.10 juta.

Jangan sampai saat penyalurannya,ada potongan apapun dengan dalih apapun juga. Dan ini harus benar-benar diawasi oleh aparat yang bewenang.

Selain itu nantinya pasti akan banyak proyek rehabilitasi sarana pendidikan, sarana umum, dan sarana beribadah, itu juga harus benar-benar diawasi.

Mari kita bersama-sama menggunakan hati nurani kita, untuk tak menjadikan bencana sebagai bahan bancakan untuk kepentingan diri sendiri.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun