Justru Bencana itu harus disikapi sebagai isyarat bagi kita semua untuk berbenah baik secara spiritual, sosial, maupun dalam hal kita memperlakukan alam yang telah menghidupi kita selama ini.
Bencana yang terjadi hanyalah teguran saja, oleh sebab itu kedepannya kita harus lebih baik lagi dalam hidup dan berkehidupan.
Lebih jauh lagi dan ini sangat menarik bagi saya karena berhubungan dengan penanganan bencana oleh para pihak yang berwenang. Jangan sampai bencana dijadikan sebagai lahan untuk memperkaya diri sendiri atau siapapun dengan cara-cara lancung yang sangat melukai kemanusian.
Mengapa hal ini harus menjadi perhatian dan peringatan, karena memang dalam kekalutan masih banyak tangan yang tega berbuat nista.
Bukan sekali dua kali dana yang disiapkan pemerintah atau disumbangkan oleh para dermawan untuk digunakan membantu korban bencana malah diselewengkan oleh para pihak yang berwenang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri.
Mungkin hampir seluruh bencana di Indonesia dalam penanganan pasca bencana-nya selalu di imbuhi oleh laku koruptif para oknum yang memiliki wewenang untuk menyalurkan dan menggunakan dana bantuan bencana tersebut.
Misalnya saat terjadi bencana tsunami di Pulau Nias tahun 2005, bantuan yang digelontorkan oleh Pemerintah untuk penanggulangan bencana dikentit oleh Bupatinya sendiri  yang bernama Benedictus Baeha senilai Rp.3,7 milyar dari Rp.9,4 milyar yang dikucurkan.
Kemudian, saat gempa bumi yang terjadi di Mataram pada pertengahan tahun 2018, anggota DPR-D Kota Mataram saat itu melakukan pungli dana APBD yang diperuntukan untuk perbaikan gedung-gedung sekolah yang rusak karena gempa dengan nilai Rp4,2 milyar.
Bencana gempa bumi dan tsunami di Donggala- Palu Sulawesi Tengah yang terjadi di kuartal akhir 2018, menjadi bahan bancakan para pejabat Kementerian PUPR untuk proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) dengan nilai proyek Rp. 429 milyar, 10 persen dari nilai proyek itu menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibagikan para pejabat PUPR tadi.
Bahkan untuk kebutuhan rehabilitasi Mesjid yang terkena gempa Mataram berani juga mereka gangsir, dana Rp 6 milyar diselewengkan oleh 3 ASN Kanwil Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat, luar biasa memang laku koruptif para pejabat berjiwa lancung tersebut.
Mungkin yang paling terkenal, saat Menteri Sosial saat itu Juliari Batubara menjual kewenangannya dalam pengadaan bansos yang akan dibagikan kepada masyarakat terdampak dalam bencana pandemi Covid-19 yang baru lalu, pandemi Covid-19 dikategorikan ke dalam bencana non-alam yang saat itu sedang sangat serius ditangani oleh Pemerintah.