tarif cukai rokok atau hasil tembakau untuk tahun 2023. Pengumuman kenaikan cukai rokok sudah seperti ritual tahunan, yang setahun sekali terjadi.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan hari Kamis {03/11/22} kemarin secara resmi kembali menaikanOleh sebab itu pelaku industri dan konsumen rokok sudah tak terlalu kaget dengan keputusan Pemerintah ini, mereka tak merasa perlu mempersoalkan  secara berlebihan, apalagi turun ke jalan melakukan demo berjilid-jilid. Meski riak-riak kecil di kalangan pelaku usaha tembakau terjadi dan dibahas dalam obrolan "warung kopi" para perokok.
Kenaikan cukai rokok tahun 2023 ini dan tahun 2024 mendatang, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati rata-rata sebesar 10 persen, lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.
Setiap kelompok rokok yang biasanya mengacu pada jenis, cara, dan alat pembuatannya, memiliki persentase kenaikan yang berbeda-beda. Pembagian kelompok tersebut terdiri dari golongan Sigaret Kretek Mesin {SKM},Sigaret Putih Mesin {SPM}, dan Sigaret Kretek Tangan{SKT}.
Untuk SKM golongan I dan II kenaikan cukai akan berada dikisaran 11,50 hingga 11,75 persen.SPM I dan II seperti tahun-tahun sebelumnya menjadi kelompok paling tinggi kenaikannya yakni paling tinggi 12 persen dan terendah 11 persen.Â
Sedangkan SKT golongan I dan II akan menjadi kelompok kenaikan tarif cukai  paling rendah yakni sebesar 5 persen. Variasi kenaikan cukai rokok ditetapkan karena beberapa hal, salah satunya menyangkut serapan lapangan kerja pada industri tembakau.
SKT karena menyerap jumlah pekerja paling besar serta banyak diproduksi oleh pengusaha rokok rumahan atau  kelompok UMKM maka kenaikan cukainya paling rendah.
Selain rokok, Pemerintah pun menaikan cukai untuk rokok elektronik atau yang lebih dikenal dengan vape sebesar 15 persen untuk 5 tahun yang akan datang dan 16 persen untuk hasil tembakau lainnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, alasan pemerintah menaikan tarif cukai tersebut untuk mengendalikan jumlah perokok dan pengguna hasil tembakau selain untuk menambah pendapatan negara.
Hal tersebut sejalan dengan fungsi cukai yang merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunya sifat dan karakteristik  seperti yang diatur Undang-Undang nomor 37 tahun 2007 tentang Cukai.
Sifat cukai ini selektif dan diskriminatif, karena tak semua barang terkena cukai. Hanya barang yang memiliki karakteristik berikut yang terkena cukai, konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya berdampak negatif terhadap konsumen dan lingkungan, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.