Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menelisik Potensi Stampede dalam Perjalanan KRL di Stasiun Transit Manggarai

2 November 2022   12:17 Diperbarui: 2 November 2022   13:36 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tragedi besar Stampede yang terjadi dalam kurun waktu berdekatan, di distrik Itaewon Seoul Korea Selatan dan Stadiun Kanjuruhan Malang Indonesia harus menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama bagi organisasi yang terlibat langsung dalam kegiatan yang memungkinkan memicu kerumunan massa dalam jumlah besar.

Salah satu organisasi itu adalah PT.Kereta Commuter Indonesia (KCI). Menurut data terbaru yang dilansir PT.KCI, jumlah pengguna KRL per hari pada bulan September saat hari kerja mencapai 710.000 orang.

Jumlah tersebut dilayani oleh 1.081 perjalanan commuterline Jabodetabek, yang dibagi menjadi 5 lintas  perjalanan, mulai pukul 04.00 hingga 24.00 setiap harinya.

Lintas Bogor-Kota dan sebaliknya 384 perjalanan, Bekasi/Cikarang 285 perjalanan, lintas Rangkasbitung/Parung Panjang/ Serpong - Tanah Abang 218 perjalanan, lintas Tanggerang -Duri 108 perjalanan dan lintas Tanjung Priok sebanyak 86 perjalanan.

Persebaran penumpang KRL Jabodetabek saat hari kerja masih berfokus pada jam-jam sibuk, pagi antara pukul 05.30-07.00 dan sore hingga malam hari antara pukul 16.00-18.30.

Nah, di waktu-waktu ini lah titik krusial potensi berdesak-desakan sangat mungkin terjadi. Jika tak termitigasi dengan baik, potensial menimbulkan stampede seperti yang terjadi di Itaewon.

Lebih dari 400 ribu orang melakukan perjalanan di kedua waktu rush hours tersebut. Kepadatan bukan hanya terjadi di dalam gerbong tetapi juga di peron stasiun. 

Kondisi ini bertambah buruk, setelah terjadi perubahan sistem perjalanan pada 28 Mei 2022 yang mengharuskan setiap penumpang  dari lintas Bogor menuju Stasiun Sudirman, Tanah Abang hingga Jatinegara  dan penumpang lintas Bekasi /Cikarang  menuju Stasiun Kota harus transit di satu Stasiun yang sama yakni Manggarai.

Penumpang dari lintas Bogor menuju Stasiun Sudirman harus turun dari lantai 2 menuju lantai dasar tempat mereka harus berganti kereta dengan menaiki KRL dari Lintas Bekasi.

Dalam saat bersamaan penumpang lintas Bekasi menuju Stasiun Kota harus turun dari kereta yang dinaikinya, untuk naik ke lantai 2 dan berganti KRL.

Saya sebagai pengguna KRL merasaka n benar situasi crowded saat transit di Stasiun Manggarai tersebut.

Situasinya berdesakan, terkadang kondisinya lebih parah lagi di awal pekan. Apalagi jika terjadi keterlambatan kedatangan kereta dari lintas Bekasi yang sangat sering terjadi, karena jalur kereta Bekasi ini digunakan bersamaan dengan kereta api jarak jauh (KJJ) tujuan Timur Pulau Jawa, sehingga perjalanan KRL ditahan-tahan karena mendahulukan lewatnya KJJ.

Kerapatan antar individu saat itu jika diamati diperkirakan bisa mencapai 3 orang per meter persegi (M2) masih cukup aman sih lantaran kita masih bisa bergerak meski tak terbatas.

Namun demikian, kondisi tersebut potensial berubah menjadi stampede sangat berbahaya, apabila kemudian pemicu kepanikan muncul secara tak terduga misalnya ada bencana alam seperti gempa bumi, kebakaran, kerusuhan atau yang lainnya.

Pergerakan penumpang akan bergerak liar dan sporadis, Stampede, yang merupakan krisis alur alir kerumunan massa pun terjadi.

Kondisi ini merupakan gabungan fenomena panik, lari, desak, himpit-himpitan, saling injak, hingga saling serang satu sama lain menuju pintu keluar.

Memang hingga saat ini hal tersebut belum terjadi, karena sejauh ini PT KCI masih mampu mengatur flow penumpang melalui petugas-petugas mereka di lapangan dengan cukup baik, harapannya akan tetap seperti itu dan peristiwa buruk tak akan pernah terjadi.

Tapi, jangan lupa juga di dalam gerbong KRL pada saat transit pun kepadatannya sangat luar biasa, seperti yang saya alami hari ini, berjubel nyaris tak bisa bergerak sama sekali, mungkin dengan densitas 5 hingga 6 otang per M2.

Memang, kepadatan seperti itu hanya terjadi dalam waktu pendek sekitar 5 menitan lah karena hanya satu stasiun, dari Stasiun Manggarai sampai Stasiun Sudirman.

Lantaran sebagian besar  penumpang transit dari lintas Bogor turun di Stasiun Sudirman.

Tapi ingat, dalam 5 menit itu segala sesuatu bisa saja terjadi, begitu pemicu kepanikan muncul, kerumunan padat dalam gerbong sempit dan tertutup bisa menimbulkan katastropi  stampede tak berperi 

Jangan lupa, dalam hal mitigasi bencana , kerangka berpikirnya harus "expect for the worst, hope for the best"

Kita harus berhitung hal paling buruk yang mungkin terjadi. Ternasuk kemungkinan stampede.

Kalau bisa sih sedari awal potensi stampede harus dihindari. Dalam konteks  perjalanan KRL Jabodetabek, mungkin langkah awalnya dengan mengembalikan sistem perjalanan pada masa sebelum perubahan dilakukan pada 28 Mei 2022.

KRL lintas Bogor kembali melayani perjalanan langsung ke arah Stasiun Sudirman, Tanah Abang hngga Jatinegara.

Dan KRL lintas Bekasi/Cikarang  kembali melayani ke arah Stasiun Kota atau  paling tidak jadwal terebut dikembalikan khusus di jam-jam sibuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun