Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tragedi Hallowen Itaewon Tewaskan 151 Orang, Katastropi Stampede Setelah Tragedi Kanjuruhan Yang Sejatinya Bisa Dihindari

30 Oktober 2022   15:11 Diperbarui: 31 Oktober 2022   18:07 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa desak-desakan fatal yang berawal dari kerumunan massa dalam jumlah sangat besar yang tak terkendali alias Stampede atau human crash kembali memakan korban jiwa hingga ratusan orang.

Kali ini tragedi kemanusian akibat stampede terjadi pada perayaan Hallowen  Sabtu {29/10/22} malam di Itaewon salah satu distrik di Seoul,  Ibukota Korea Selatan.

Hingga tulisan ini dibuat pada Minggu {30/10/22} siang, korban jiwa Tragedi Hallowen Itaewon mencapai 151 orang yang terdiri dari 97 perempuan dan 54 pria, sedangkan korban luka-luka, lebih dari 82 orang.

Mereka yang meninggal dunia hampir semuanya berusia diawal 20-an, rata-rata karena sesak nafas dan gagal jantung yang disebabkan oleh tumbukan keras antar manusia atau human crush.

Melansir Korean Times, mengutip pernyataan dari Kepala Wilayah Dinas Pemadam Kebakaran Kota Seoul Choi Seung-beom, terdapat 15 warga negara asing yang menjadi korban meninggal dunia dalam salah satu tragedi stampede paling mematikan di Korea Selatan ini.

Warga Negara Asing yang tercatat menjadi korban meninggal dunia diantaranya berasal dari China, Iran, Uzbekistan, dan Norwegia. Hingga kini menurut laporan dari KBRI Seoul seperti dilansir sejumlah media nasional, tak ada satu pun korban jiwa yang berasal dari Indonesia.

Menurut catatan otoritas setempat tak kurang dari  100 ribu orang yang hadir dalam perayaan Hallowen malam itu . Peristiwa mengerikan tersebut terjadi di sebuah jalan kecil menurun yang merupakan bagian dari wilayah yang terkenal dengan kehidupan malamnya tersebut.

Para saksi mata yang berada di tempat kejadian menuturkan, kejadian tersebut berlangsung sangat cepat setelah berbagai kelompok besar massa mamasuki jalan kecil yang lebarnya hanya sekitar 4 meter secara bersamaan.

"Orang-orang terus saling dorong tak terkendali untuk memasuki sebuah Club yang terletak di jalanan menurun di wilayah tersebut. Hal itu mengakibatkan orang yang berada disekitarnya saling berteriak sehingga menimbulkan kepanikan dan mereka tiba-tiba berjatuhan seperti kartu domino" ujar salah satu saksi seperti dilansir Korean Times.

Saksi lain menyebutkan, tumbukan manusia yang begitu masif ditambah dorongan yang hebat tanpa menyadari bahwa orang-orang disekitarnya berjatuhan merupakan awal tragedi itu terjadi.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol langsung memberikan pernyataan pada malam setelah kejadian, ia menyebutkan bahwa peristiwa tersebut sebagai tragedi atau bencana yang tak perlu terjadi.

Atas Tragedi Hallowen Itaewon tersebut, Pemerintah Korea Selatan menetapkan Masa Berkabung Nasional hingga 5 November 2022 mendatang.

Bagi masyarakat Korea Selatan peristiwa mematikan akibat desak-desakan fatal atau human crush di Itaewon Seoul ini merupakan yang terburuk sejak 2014.

Sebelumnya, peristiwa stampede yang dipicu oleh tenggelamnya Kapal Ferry Sewol menimbulkan korban jiwa sebanyak 304 orang.

Peristiwa seperti yang terjadi di Itaewon ini serupa dengan Tragedi Kanjuruhan di Malang terlepas dari apapun pemicunya. Berdesak-desakan fatal yang menimbulkan korban jiwa sangat besar bukan saat ini saja terjadi.

Menurut sejumlah sumber bacaan yang saya dapatkan, peristiwa stampede paling mematikan yang pernah tercatat dalam sejarah adalah saat perang antara Kaum Yahudi dan Bangsa Romawi pada abad ke 66 sebelum masehi, lebih dari 10 ribu orang harus kehilangan nyawanya akibat persitiwa tersebut.

Sementara peristiwa paling mematikan akibat tumbukan antar manusia pada peradaban modern terjadi saat tragedi Terowongan Mina ketika umat Islam melaksanakan Ibadah Haji pada tahun 1990 yang menewaskan 1.426 calon jamaah haji dan tahun 2015 yang menewaskan sekitar 2.400 orang.

Melansir The Conversation, Stampede adalah krisis alur alir kerumunan massa yang dipicu oleh gabungan antara fenomena panik, lari, desak, dorong, himpit-himpitan, saling injak, dan terkadang menjadi saling serang antar satu sama lain.

Peristiwa ini biasa  terjadi dalam konteks pertunjukan budaya, olahraga, perayaan acara keagamaan, kampanye atau berbagai hal yang menimbulkan kerumunan manusia dalam jumlah masif.

Secara umum stampede hanyalah merupakan symptom yang bisa dipicu oleh berbagai faktor, misalnya kerusuhan, runtuhnya bangunan tempat kerumunan massa itu berada, hingga agresi petugas keamanan seperti yang terjadi di Kanjuruhan Malang, atau gabungan beberapa faktor tersebut.

Ciri khas kematian akibat stampede,  berupa trauma di bagian kepala dan dada karena benturan dan akibat terinjak-injak, terjatuh, berdesakan, dan kekurangan oksigen yang akhirnya bisa memicu gagal nafas dan gagal jantung.

Peristiwa desak-desakan memang selalu menghantui setiap aktivitas yang melibatkan banyak orang di satu area tertentu, sehingga menimbulkan kerumunan dalam jumlah masif.

Mengutip Artikel Moh Ma'arufin Sudibyo dengan judul "Desak-desakan dan Tekanannya, Tinjauan Fisika." 

Pada suatu kerumunan, setiap individu yang berada di dalamnya bisa dianalogikan sebagai sebuah molekul. Manakala kerumunan itu bergerak ke satu arah dengan kecepatan tertentu maka kerumunan dapat diibaratkan sebagai gas yang sedang mengisi ruang-ruang kosong.

Dalam kerumunan model ini, setiap individu tetap dapat bergerak bebas sesuai keinginannya, sepanjang kerapatan kerumunannya terbatas atau 2 orang per meter persegi [M2].

Namun hal tersebut akan menjadi berbeda, ketika kerapatan kerumunan meningkat menjadi 5 orang per m2. 

Dalam kondisi ini, tiap "molekul" tadi sudah saling bersentuhan, sehingga gerak masing-masing orang menjadi sangat terbatas.

Apabla kemudian kerapatan kerumunan massa terus mengalami peningkatan menjadi 7 orang per m2 misalnya, kerumunan tersebut sudah menyerupai fluida atau benda cair.

Nah, pada titik ini arah dan laju gerak kerumunan sudah menyerupai fluida, pergerakannya akan sepenuhnya dikendalikan perilaku kawanan. Tidak ada lagi gerak bebas bagi orang per orang yang berada di dalamnya.

Pada situasi dan kondisi tersebut,  bahaya besar serupa katastropi mulai mengintai, Jika kemudian rasa panik timbul, maka kerapatan kerumunan akan semakin tinggi dan pergerakannya menjadi sangat sporadis.  Sehingga hampir pasti  memunculkan gerakan turbulen.

Tekanan antar "molekul" meningkat, yang dimanifestasikan dengan desak-desakan hebat, lazimnya akan berujung pada satu kejadian yang di sebut human crush.

Tekanan horizontal saat human crush itu terjadi, jika diukur dalam teori ilmu fisika bisa mencapai lebih dari 20 ribu ton/meter. dengan tekanan sekuat ini, paru-paru setiap manusia yang terjebak di dalam kerumunan itu tak akan bisa lagi mengembang untuk melakukan aktivitas bernafas.

Alhasil suplai oksigen ke dalam tubuh menjadi berkurang yang bisa berakibat fatal pada sebagian besar organ tubuh vital termasuk jantung dan otak. 

Sementara di sisi lain, Karbondiaoksida di dalam tubuh pun akan terjebak tak bisa dikeluarkan, akibatnya tubuh menjadi lemah, pingsan dan apabila tidak tertolong bisa mengakibatkan kematian dengan tanda yang khas berupa wajah kebiru-biruan.

Akibatnya banyak korban yang berjatuhan, padahal sebenarnya jika dikelola dengan baik kerumunan massa masif itu tak perlu menimbulkan korban.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana kondisi Stampede itu bisa dihindari?

Menurut sejumlah studi kedaruratan masal , seperti yang saya kutip dari beberapa sumber referensi, pertama yang perlu dipahami adalah kerumunan massa itu adalah sebuah proses, bukan entitas.

Karena merupakan sebuah proses, maka yang pertama harus dicermati adalah bagaimana kerumunan dapat terbentuk dan berinteraksi, lantaran hal itu akan sangat menentukan bagaimana kerumunan itu akan membubarkan dirinya.

Bagaiamana menghindarinya, ya  harus diiringi dengan tata cara mengantisipasi perilaku stampede berdasarkan analisis risiko dan prediksi perilaku massa serta melakukan beberapa pendekatan psikologis sehingga ketika kerumunan itu mulai bergerak tak terarah, tak menimbulkan kepanikan.

Kata "panik" pada dasarnya menjadi kunci utama dalam katastropi stampede.  Studi Neurosains menunjukan bahwa kepanikan massal berbeda dengan ketakutan pada level personal.

Dalam kepanikan massal, dinamika interaksi antar individu lebih penting diperhatikan dibandingkan emosi orang per orang. Kerumunan massa panik memicu aktivitas, antisipasi, dan amplifikasi aksi yang jauh lebuh tak terkontrol.

Naluri "selamatkan diri masing-masing" dan perilaku apapun yang dirasa dapat sesegera mungkin dilakukan agar bisa membantu meninggalkan atau menjauhi sember bahaya atau ketidaknyamanan yang muncul secara naluriah menjadi lebih dominan.

Dalam beberapa kasus stampede, orang-orang yang selamat mengungkapkan  bahwa mereka tidak dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi dihadapan mereka, sehingga malah keliru bergerak ke arah sumber bahaya.

Dalam kondisi seperti itu, anjuran-anjuran menenangkan yang biasanya diucapkan oleh petugas tak akan efektif karena yang tenang pun akan terdampak oleh menularnya stress dari kerumunan massa yang lebih banyak.

Sangat tidak mudah memang melakukan mitigasi agar kasus katastropi stampede bisa dihindari, satu hal penting di dalamnya adalah efektivitas keputusan  dalam mengontrol massa, agar dapat dilakukan memembutuhkan proses panjang agar massa bisa teredukasi serta petugas bisa terlatih.

Kemudian, yang tak kalah pentingnya adalah mengukur densitas kerumunan untuk merumuskan solusinya. Karena semakin rendah densitas kerumunan maka akan lebih mudah mengontrol kerumunan itu.

Semoga ke depan kejadian-kejadian seperti di Itaewon dan Kanjuruhan tak terjadi lagi, lantaran sebenarnya hal tersebut bisa dihindari melalui mitigasi risiko yang komprehensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun