Artinya seseorang yang berusia di bawah 60 tahun tak bisa dikategorikan sebagai lansia. Jadi mereka di bawah usia tersebut tak layak mendapat prioritas untuk mendapatkan tempat duduk di KRL.
Lantaran pada dasarnya, untuk urusan tempat duduk di KRL siapa cepat dia yang dapat. Penumpang di stasiun pemberangkatan awal seperti Bogor, Bekasi, Cikarang, Stasiun Kota atau stasiun awal lainnya mendapatkan keuntungan karenanya, terutama di jam-jam sibuk.
Kendati demikian, meski tanpa harus memerhatikan skala prioritas terkadang banyak juga penumpang, terutama laki-laki mempersilahkan perempuan untuk menempati tempat duduknya.
Namun, hal itu bukan berarti menjadi sebuah kewajiban, masalah ini juga kerap menjadi perdebatan.
Beberapa perempuan menganggap memberikan tempat duduk pada mereka wajib dengan alasan etika. Hal yang membuat saya heran sebenarnya, karena seolah membuatnya menjadi seperti kewajiban.
Masalah lain terkait tempat duduk di KRL shuttle ini adalah "Joki tas" yang belakangan ramai di media sosial terjadi di KRL Jogja-Solo dan Lamongan-Surabaya.
Jadi seorang penumpang yang naik lebih awal menandai satu atau beberapa kursi di sebelahnnya untuk temannya yang naik belakangan.
Ketika ada penumpang lain berniat menempatinya si Joki Tas tadi akan berujar "maaf sudah ada yang nempatin"
Menyikapi kejadian seperti ini PT KCI tak bisa melakukan apapun termasuk melarang terjadinya Joki Tas tadi karena tak ada aturannya.
Mereka hanya bisa mengimbau dan mensosialisasikan bahwa hal tersebut tak patut dilakukan, itu saja.
Nah, dalam hal menggunakan public transport atau transportasi umum yang bersifat massal seperti KRL, atau angkutan umum berbasis aspal sebenarnya yang paling penting memang etika dalam bersikap dan bertindak.