Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Inggris Bakal Segera Terlepas dari Krisis Energi

12 September 2022   13:38 Diperbarui: 13 September 2022   09:07 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perang Rusia melawan Ukraina yang telah berlangsung selama 4 bulan, telah memicu kriris energi di hampir seluruh benua Eropa, setelah Rusia mengurangi pasokan gas ke Benua Biru itu sebagai balasan terhadap tindakan Uni Eropa yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia.

Hal tersebut bisa terjadi lantaran menurut berbagai sumber referensi yang saya dapatkan, karena ketergantungan Eropa terhadap pasokan energi dari Rusia sangat besar, mencapai 40 persen.

Perusahaan energi asal Rusia Gazprom disebutkan telah memangkas suplai gas alam lewat jalur pipa Nord Stream sebanyak 20 persen, menjadi sekitar 33 juta meter kubik perhari mulai akhir Juli lalu.

Alhasil, negara-negara di kawasan Eropa harus benar-benar melakukan penghematan energi. Pemerintah negara-negara di Benua itu mulai meminta masyarakatnya untuk menghemat gas, agar bisa dipergunakan sebagai cadangan untuk penggunaan pada saat musim dingin yang sebentar lagi datang.

Apabila hal itu tak dilakukan, krisis energi diprediksi akan terus memburuk di tengah meningkatnya kebutuhan listrik untuk pemanas pada musim dingin.

Inggris misalnya, berencana untuk melakukan pemadaman listrik secara massal selama 4 hari pada bulan Januari 2023 karena mereka akan kekurangan pasokan, minimal seperenam dari total kapasitas permintaan puncak. 

Meskipun pemerintah Inggris telah mengaktifkan pembangkit listrik tenaga uap berbahan batu bara.

Ditambah lagi menurut sejumlah pengamat cuaca, musim dingin tahun ini suhunya bakal lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, hal tersebut otomatis akan memaksa penggunaan listrik  lebih tinggi.

Dengan situasi seperti ini, tak heranlah jika harga energi menjadi sangat mahal yang pada akhirnya mendorong inflasi di berbagai negara di Eropa, termasuk Inggris.

Kondisi ini bertambah berat setelah harga pangan pun bergerak naik secara signifikan, ketika energi dan pangan harganya tak terkendali, inflasi dapat dipastikan bakal meroket, per Juli 2022 inflasi di Inggris menembus angka 10 persen, tepatnya 10,1 persen tertinggi sejak 40 tahun terakhir.

Inflasi tinggi membuat daya beli masyarakat menurun, hal tersebut memaksa Pemerintah Inggris untuk memberikan subsidi energi kepada rakyatnya sebesar 100 miliar Poundsterling atau sekitar Rp.1.700 triliun.

Nah, fakta bahwa Inggris dan negara Uni Eropa lain seolah tak memiliki independensi dalam hal pasokan energi, membuat mereka berpikir ulang terkait sejumlah larangan di sektor hulu, yakni dalam melakukan eksplorasi gas dan minyak.

Melansir situs berita The Telegraph, Perdana Menteri Inggris yang baru Elizabeth Truss telah mencabut larangan teknologi eksplorasi fracking dalam pengeboran gas dan minyak di seluruh wilayah negara tersebut, yang sejak tahun 2019 dilarang digunakan di Inggris.

Harapannya, dengan pencabutan larangan tersebut, shale gas hasil dari pengeboran fracking tersebut bakal mengalir ke seluruh Inggris paling tidak saat musim semi tahun 2023 datang atau sekitar 6 bulan ke depan.

Hal tersebut bisa dilakukan karena sebenarnya menurut British Geological Survey di perut Bumi wilayah Inggris terutama di Laut Utara diestimasikan memiliki cadangan gas  sebanyak 1.300 Tcf (trilliun cubic feet).

Jika hanya 10 persen saja yang terealisasi dari jumlah tersebut, Kantor Perdana Menteri Inggris memastikan akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan gas Inggris selama 10 tahun.

Menurut sumber referensi yang saya dapatkan, fracking merupakan teknologi hidrolika patahan yang melakukan proses penambangan gas dengan menggunakan injeksi fluida tekanan tinggi secara horisontal ke lapisan batuan cebakan gas atau minyak. Media injeksi yang digunakan adalah campuran air, pasir, butiran keramik khusus dan cairan kimia.

Metode ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat, dan terbukti efektif untuk meningkatkan hasil dari sumur gas dan minyak, terutama dari sumur-sumur gas atau minyak yang sudah tua.

Tujuan utama fracking ini, adalah menghasilkan shale gas atau shale minyak. Shale gas dan shale minyak ini berbeda  dengan gas dan minyak konvensional.

Yang membedakan keduanya adalah posisi dimana letak gas atau minyak itu berada. Biasanya gas alam konvensional ditemukan di cekungan lapisan bumi pada kedalaman sekitar 800 meter atau lebih.

Sedangkan letak shale gas biasanya berada lebih dalam lagi. Karena secara prinsip shale gas itu terperangkap pada celah-celah atau pori-pori batuan (shale formation) pada kedalaman 1.500 meter atau lebih.

Mengapa di negara-negara Eropa termasuk Inggris metode fracking ini dilarang, karena ditenggarai bahan kimia yang digunakan dalam proses fracking tersebut mencemari lingkungan terutama air tanah yang menjadi sumber air minum masyarakat.

Dan konon katanya kerusakan lingkungan yang disebabkannya akan bersifat permanen, meskipun hal tersebut dibantah oleh sejumlah praktisi pengeborannya gas dan minyak.

Mereka beralasan, jika dilakukan dengan pengawasan yang sangat ketat dan mengganti zat kimianya dengan bahan yang tak terlalu berbahaya, fracking bakal menguntungkan dan potensi pencemaran lingkungan menjadi minimal.

Di sisi lain, sejumlah isu miring tentang teknologi fracking ini disebutkan hanya merupakan propaganda Rusia, agar gas alam produksinya bisa diserap pasar dan mereka memiliki bargaining position di dunia internasional.

Di Indonesia sendiri teknologi fracking tersebut tengah diuji cobakan dibeberapa sumur minyak dan gas. Menurut Energy Information Administration (EIA) total cadangan shale minyak Indonesia mencapai 8 miliar barel sedangkan shale gas cadangan yang terkandung di bumi Indonesia sebesar 5.000 Tcf.

Nah, kembali dibukanya larangan penggunaan teknologi fracking merupakan bagian dari upaya Inggris agar memiliki independensi energi selain teknologi nuklir dan renewable energy agar tak seperti saat ini yang seolah terbelenggu oleh kepentingan negara lain atau dalam hal ini Rusia.

PM Inggris  Liz Truss telah menerbitkan 100 izin baru kepada sejumlah perusahaan minyak dan gas untuk melakukan extrasi minyak dan gas dengan menggunakan metode fracking di Laut Utara, dan akan segera dimulai dalam beberapa minggu ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun