Dan konon katanya kerusakan lingkungan yang disebabkannya akan bersifat permanen, meskipun hal tersebut dibantah oleh sejumlah praktisi pengeborannya gas dan minyak.
Mereka beralasan, jika dilakukan dengan pengawasan yang sangat ketat dan mengganti zat kimianya dengan bahan yang tak terlalu berbahaya, fracking bakal menguntungkan dan potensi pencemaran lingkungan menjadi minimal.
Di sisi lain, sejumlah isu miring tentang teknologi fracking ini disebutkan hanya merupakan propaganda Rusia, agar gas alam produksinya bisa diserap pasar dan mereka memiliki bargaining position di dunia internasional.
Di Indonesia sendiri teknologi fracking tersebut tengah diuji cobakan dibeberapa sumur minyak dan gas. Menurut Energy Information Administration (EIA) total cadangan shale minyak Indonesia mencapai 8 miliar barel sedangkan shale gas cadangan yang terkandung di bumi Indonesia sebesar 5.000 Tcf.
Nah, kembali dibukanya larangan penggunaan teknologi fracking merupakan bagian dari upaya Inggris agar memiliki independensi energi selain teknologi nuklir dan renewable energy agar tak seperti saat ini yang seolah terbelenggu oleh kepentingan negara lain atau dalam hal ini Rusia.
PM Inggris  Liz Truss telah menerbitkan 100 izin baru kepada sejumlah perusahaan minyak dan gas untuk melakukan extrasi minyak dan gas dengan menggunakan metode fracking di Laut Utara, dan akan segera dimulai dalam beberapa minggu ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H