Surat pengunduran diri yang disampaikan terduga dalang kasus pembunuhan Brigadir Joshua, Irjen Pol Ferdy Sambo kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sepertimya tak digubris oleh pihak Polri.
Hal tersebut terbukti dengan tetap dilaksanakannya Sidang Komisi Kode Etik mulai Kamis (25/08/22) hingga berakhir Jumat (26/08/22) dini hari di Gedung TNNC Mabes Polri.
Dalam sidang Komisi Etik yang dipimpin oleh Kabaintelkam Mabes Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri, dengan didampingi oleh Irwasum Mabes Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto,  Kadiv Propam  Mabes Polri Irjen Pol Syahardiantono, Gubernur STIK irjen Pol Soejoed Binwahjoe, dan Analis Kebijakan Utama bidang Shabara Kabarhakam Irjen Pol Rudolf Alberth Rodja.Â
Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo secara resmi dipecat dengan tidak hormat dari insitusi Kepolisian Republik Indonesia.
"Pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Ahmad Dofiri, Seperti yang dilansir Kompas.com, Jumat (26/08/22) dini hari.
Ferdy Sambo terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat yang dinyatakan sebagai perbuatan tercela sehingga tak hanya dipecat secara tidak hormat alias PTDH. Ia pun dijatuhi hukuman sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 40 hari.Â
Atas putusan sidang Komisi Etik yang berlangsung selama 16 jam  ini Ferdy Sambo mengajukan banding.
Putusan pemecatan tidak dengan hormat di Sidang Komisi etik tersebut tak serta merta langsung membuat Ferdy Sambo dicopot dari institusi Polri.
Karena menurut mantan Kabareskrim Mabes Polri  Komjen Pol Purnawirawan Ito Sumardi seperti yang saya saksikan dalam Wawancara di Kompas TV, pemecatan seorang Jenderal harus berdasarkan Keputusan Presiden.
Jadi nantinya, Kapolri akan mengirimkan surat rekomendasi pemecatan Ferdy Sambo ini kepada Presiden, dan Presiden akan mengeluarkan keputusan untuk memecat Jenderal yang bersangkutan.
Dalam sidang itu, Ferdy Sambo terlihat masih mengenakan seragam resmi Polri tanpa atribut kesatuan dan lainya kecuali tanda kepangkatan di pundak dan tanda jasa di dada sebelah kanan.
Sidang Komite Etik yang disiarkan langsung oleh Polri.TV tanpa suara tersebut menghadirkan 15 orang saksi, Â antara lain, mantan Karopaminal Ditpropam Mabes Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan, mantan Karoprovos Ditpropam Mabes Polri Brigjen Pol Benny Ali, Kombes Pol Susanto mantan Kabag Gakkum Div Propam Mabes Polri, mantan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto.
Kemudian dihadirkan pula saksi yang kini telah ditetapkan menjadi tersangka, yakni Bharada Eliezer  yang hadir secara daring dan Brigadir Ricky serta Kuat Maruf yang hadir langsung.
Dalam sidang kode etik ini, ada dua dugaan pelanggaran yang dituduhkan pada Ferdy Sambo, yakni pelanggaran etik dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua dan rekayasa kasus tersebutÂ
Kode etik Polri adalah pedoman penting yang harus dipatuhi setiap anggota Polri dalam menjalankan kewajibannya.
Pelanggaran terhadap kode etik dapat berujung sanksi administratif maupun pidana kepada yang bersangkutan.
Dalam perjalanannya, jika terbukti melakukan pelanggaran etik, sanksi administratif akan dijatuhkan seperti yang tertuang dalam Peraturan Polisi (Perpol) nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sesuai berat ringannya pelanggaran kode etik yang dilakukan mulai dari yang paling ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 108 Perpol tersebut berupa permintaan maaf secara lisan oleh pelanggar di hadapan sidang Komite Etik dan tertulis kepada korban serta Pimpinan Polri.
Selain itu ada pula pembinaan rohani dan mental, serta pengetahuan profesi selama satu bulan. Kemudian jika pelanggaran kode etik yang terjadi dikategorikan sedang dan berat maka hal tersebut diatur dalam Pasal 109.
Sanksi administratif dalam pasal tersebut antara lain berupa mutasi yang bersifat demosi paling singkat selama satu tahun.
Kemudian, penundaan kenaikan pangkat paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Berikutnya, penundaan pendidikan paling singkat selama satu tahun dan paling lama tiga tahun, penempatan ditempat khusus selama 30 hari.
Dan sanksi administrasi paling berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH
Dalam aturan itu disebutkan, bahwa PTDH adalah pengakhiran masa dinas di Kepolisian oleh pejabat berwenang kepada pejabat Polri karena sebab-sebab tertentu.
Menurut Perpol tersebut, anggota Polri disebut melanggar komisi  etik Polri dan Komisi etik profesi jika:
Pertama. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkeluatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri.
Kedua. Diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan tidak benar pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota Polri.
Ketiga. Melakukan usaha atau perbuatan yang nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang Negara.
Keempat. Melanggar sumpah atau janji anggota Polri,sumpah jabatan dan/atau Komisi Etik.
Kelima. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 hari kerja secara berturut-turut.
Keenam. Melakukan perbuatan dan perilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian antara lain:
- Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya
- Menjadi anggota atau pengurus Partai Politik yang diketahui kemudian telah menduduki jabatan atau anggota partai politik, dan setelah diperingatkan masih tetap mempertahankan statusnya.
- Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari tiga kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.
Bagi anggota Polri yang diputuskan sanksi administratif PTDH, secara formal mungkin hanya akan kehilangan hak keuangannya untuk mendapatkan pensiun.
Namun, secara informal dan sosial mereka akan merasa dipermalukan.Â
Akhirnya hal itu lah yang harus dirasakan dan diterima oleh seorang Ferdy Sambo setelah puluhan tahun berkarir di Polri hingga meraih 2 bintang dipundaknya dengan jabatan cukup mentereng.
Bahkan ia merupakan orang pertama diangkatannya yang meraih bintang 2, sangat dekat dengan 3 Kapolri terakhir, mulai dari Tito, Karnavian, Idham Azis, hingga Listyo Sigit Prabowo.
Kini ia harus kehilangan bintang dan mungkin kehormatannya lewat cara yang sangat tragis.
Tak cukup sampai disitu, setelah Sidang Komite Etik dan Profesi Polri dengan sanksi administratif berupa PTDH.Â
Ia harus mulai bersiap untuk menghadapi persidangan berikutnya sebagai terduga dalang pembunuhan berencana Brigadir Joshua dengan ancaman terberat hukuman mati.
What a mess, from the rising star fall to the loosing star
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H