Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Siap-Siap BBM Bakal Naik Pekan Ini, Inflasi Juga Diperkirakan Bakal Meroket, Bagaimana Nasib Rakyat Jelata?

22 Agustus 2022   07:02 Diperbarui: 24 Agustus 2022   04:44 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika wacana kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar terjadi, maka akan berdampak pada naiknya angka inflasi Indonesia. Sumber: Dokumentasi Pertamina via Kompas.com

Sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin menguat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan bahwa Pemerintah kini tengah mengkaji beberapa opsi dan skema penyesuaian harga untuk mengurangi subsidi dan kompensasi energi.

"Saat ini sedang dikaji banyak opsi secara keseluruhan, nanti kami akan pilih yang terbaik, karena subsidi ini (subsidi BBM) kompensasinya sudah berat sekali, sementara harga minyak masih cukup tinggi," ujar Arifin, seperti dilansir Kompas.Com  Jumat (19/8/2022)

Dengan mengurangi subsidi artinya harga BBM jenis Pertalite dan Solar akan mengalami kenaikan. Rencananya kenaikan BBM bersubsidi akan dilakukan dalam minggu ini. 

Pemerintah sepertinya sudah sangat kesulitan menahan harga BBM, lantaran gap harga keekonomian dan harga jual pertalite dan solar bagi masyarakat Indonesia semakin menganga.

Sebenarnya bukan hanya kedua jenis BBM ini saja yang disubsidi oleh Pemerintah, Pertamax pun dapat subsidi tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto  saat ini harga keekonomian pertalite sebesar Rp. 13.150 per liter sedangkan harga jual eceran di masyarakat Rp.7.650  per liter berarti ada selisih sebesar Rp. 5.500 untuk setiap konsumsi pertalite setiap liternya.

Sementara BBM jenis Pertamax harga keekonomiannya mencapai Rp.15.150 per liter, sedangkan harga eceranya di tingkat konsumen dalam negeri sebesar Rp. 12.500 per liter, selisihnya Rp.2.650 per liter.

Belum lagi BBM jenis Solar harga keekonomiannya pada bulan Juli 2022 mencapai Rp. 18.150 per liter, sementara harga ecerannya sebesar Rp. 5.150 per liter, selisihnya Rp.13.000 per liter.

Selisih itu lah yang ditambal lewat subsidi pemerintah yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Makanya tak heran jika anggaran subsidi BBM dalam APBN perubahan 2022 melonjak menjadi 502 triliun.

Saat mengajukan penambahan anggaran ke DPR asumsi yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menggunakan dasar perhitungan harga minyak mentah dunia US$ 100 per barel, dengan asumsi kurs per satu dolar AS, Rp. 14.450 dan perkiraan volume konsumsi untuk pertalite sebesar 23,1 juta kilo lier serta solar sebesar 15,1 juta kilo liter.

Besaran subsidi ini bisa saja terus membengkak apabila angka-angka asumsi di atas ternyata di bawah angka yang terjadi di lapangan.

Dan apabila besaran subsidi itu tetap diteruskan, bisa jadi APBN Indonesia berpotensi jebol, sehingga menggerus kebutuhan belanja negara lain yang juga sangat penting

Serambinews.com
Serambinews.com

Oleh sebab itu, Pemerintah kemudian mengkaji kemungkinan mengurangi subsidi meski dengan konsekuensi harga BBM di tingkat masyarakat menjadi naik.

Jika BBM naik sudah dapat dipastikan akan berefek domino terhadap kenaikan komoditas lain terutama pangan, yang tanpa kenaikan BBM saja, merujuk pada data dari Bank Indonesia, sudah  mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10 persen.

Implikasinya sudah pasti inflasi yang dijaga benar oleh pemerintah Jokowi, juga diperkirakan bakal melesat naik.

Sejumlah pandit ekonomi tanah air memprediksi, jika BBM naik maka inflasi berpotensi menembus angka 7 persen secara year on year (YOY).

Semua barang akan naik dan tarif transportasi darat, laut dan udara pun akan semakin tinggi. Dengan kondisi seperti itu daya beli masyarakat bakal menurun, hingga akhirnya mengurangi konsumsi.

Alhasil, harapan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen tinggal menjadi kenangan. Kondisi ini tak hanya akan berdampak pada masyarakat lapisan bawah saja tetapi juga bakal menghajar secara telak golongan ekonomi menengah.

Karena pendapatan mereka relatif stagnan tetapi pengeluaran meningkat yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan transportasi.

Nah, untuk menahan daya beli masyarakat, Pemerintah mengantisipasinya dengan mengucurkan bantuan sosial tunai yang akan diambil dari dana cadangan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp. 18 triliun.

Namun kita tahu sendiri dampaknya tak akan terlalu signifikan bagi ekonomj masyarakat dan nasional, apalagi menilik data penerima BLT yang masih amburadul.

Dengan kondisi seperti ini tag line Hari Kemerdekaan Indonesia ke 77, Bangkit Lebih Cepat, Pulih Lebih Kuat bakal tinggal slogan saja dan berganti menjadi Terpuruk lebih cepat dan tak bangkit-bangkit.

Namun demikian, jika Pemerintah tak memiliki jalan lain selain menaikan harga BBM, kita saya dan anda semua yang rakyat jelata bisa apa, kecuali menelan kebijakan tersebut.

Mungkin ada baiknya Pemerintah mengkalkulasi ulang wacana kenaikan harga BBM ini, mungkin dengan menunda untuk sementara berbagai proyek yang tak berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyat, bukankah bernegara itu tujuannya agar rakyat yang menghuninya tak sengsara jika belum bisa sejahtera sepenuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun