Dengan kondisi seperti ini yang bakal terdampak langsung adalah penduduk dalam kategori rentan miskin, akibatnya akan menjadi miskin yang tidak memiliki kemampuan lagi untuk membeli barang kebutuhan pokok yang harganya naik, sementara pendapatan mereka tidak naik bahkan cenderung menurun.
Salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Jokowi dalam meredam inflasi adalah memberikan subsidi, terutama untuk BBM dan listrik yang biasanya menjadi pemicu utama kenaikan inflasi.
Tanpa subsidi, menurut Pertamina, harga keekonomian sesuai harga pasar internasional, BBM jenis Pertalite mencapai Rp. 17.500 per liter sedangkan Solar mencapai Rp. 18.150 per liter, padahal di Indonesia BBM jenis Pertalite di jual dengan harga Rp. 7.650 per liter dan Solar Rp. 5.150 per liter.
Artinyanya subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk setiap liter pertalite dan solar adalah sebesar Rp. 9.850 dan Rp 13.000 per liter. Makanya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 alokasi anggaran untuk subsidi BBM melonjak hingga Rp. 502 triliun.
Tanpa subsidi BBM, inflasi di Indonesia hampir dapat dipastikan akan melambung tinggi yang akibatnya akan memukul proses pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Selain inflasi, yang berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terganggu adalah suramnya pertumbuhan ekonomi global, yang dipicu oleh tingginya inflasi di beberapa negara besar yang dalam saat bersamaan juga mengalami resesi.
Amerika Serikat negara mitra utama perdagangan Indonesia secara teknis saat ini sudah masuk dalam jurang resesi lantaran pertumbuhan ekonominya selama 2 kuartal berturut-turut berada diangka negatif, meskipun kontraksi di kuartal II 2022 ini lebih kecil dibanding kuartal I tahun yang sama.
Untuk menekan inflasi, menurut mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat pada masa pemerintahan Donald Trump, Lawrence Summers seperti yang ia cuitkan lewat akun Twitternya @LHSummers, pertumbuhan ekonomi AS akan didesain untuk melambat sehingga menimbulkan resesi, salah satu caranya dengan menaikan angka pengangguran.
Jika angka pengangguran diatas 5 persen, maka inflasi akan turun, tetapi jika angka pengganguran di bawah 5 persen maka angka inflasi akan tinggi.
Dalam perekonomian AS, angka pengangguran memang sangat berkorelasi dengan inflasi, yang digambarkan dalam kurva Philips seperti yang dikemukakan oleh Ekonom dunia asal London School of Economics, Profesor Alban Willian Philips.
Hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran dimana ketika angka pengangguran rendah maka tingkat inflasi akan tinggi dan sebaliknya.