Dengan kondisi tersebut, sedikit saja terdorong dari belakang, penumpang yang berada di ujung peron sangat berpotensi untuk jatuh terjerembab ke bawah peron tempat kereta melintas.
Ditambah lagi, kedatangan KRL kerap terlambat sehingga penumpang terus menumpuk di peron yang sempit tersebut.
Situasi ini lah yang membuat penumpang menjadi lelah, naik turun tangga, menunggu sambil berdiri berdesakan itu bukan perkara kaleng-kaleng bagi mereka yang kondisi badannya kurang fit.
Sangat mungkin perempuan yang terjatuh ke peron tadi berada dalam keadaan yang seperti ini.
Apapun yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan selaku pemilik sarana dan prasarana Kereta di Indonesia, dan PT.Kereta Api Indonesia (KAI) serta PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) selaku operator perjalan kereta jarak jauh dan komuter yang utama adalah menjamin keselamatan penumpang saat menggunakan layanan mereka.
Mau bangun ini itu, mau switch over tahap sejuta kek  atau apalah itu dengan tujuan yang sangat baik sekalipun, jika sampai ada yang celaka apalagi korban jiwa dari penumpang KRL akibat pemberlakuan kebijakan untuk mengantisipasi jalannya pembangunan tersebut, mereka bisa dianggap gagal total dan harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut dari tingkat paling atas hingga yang paling bawah.
Bagi kami pengguna KRL, transit di Stasiun Manggarai akibat pemberlakukan jadwal baru untuk mengantisipasi SW05 itu sudah seperti siksaan yang tak berperi.
Apabila kebijakan perubahan pola perjalanan tak bisa lagi  di kaji ulang, mbo yah fasilitas umum di stasiun transit tersebut diperbaiki lah dan jadwal keretanya lebih rapat lagi.
Jangan sampai menunggu terjadi kecelakaan fatal yang membawa korban jiwa, kami penumpang KRL Â bukan tumbal dari proses pembangunan Stasiun Manggarai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H