Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Kupas Sejarah, Model, dan Perkembangan Topi, Dari Petasos Hingga Bucket Hat

19 Juni 2022   13:48 Diperbarui: 20 Juni 2022   07:29 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu terakhir ini, saat dalam perjalanan pergi pulang menumpang KRL jabodetabek , saya berkali-kali melihat atau berpapasan dengan perempuan-perempuan yang look-nya menarik, mengenakan busana kantor dengan dihiasi penutup kepala atau topi jenis atau model tertentu.

Topi jenis tertentu yang kemudian saya ketahui dinamakan "bucket hat" ternyata banyak dikenakan juga oleh para wanita saat nge-mall dengan padanan busana yang lebih trendy.

Karena hal tersebut, saya anggap agak di luar kebiasaan selama ini (mungkin karena saya kudet).

Saya jadi penasaran topi yang dikenakan mereka itu untuk kebutuhan fashion atau fungsinya?

Mengacu pada situasinya, saya yakin perempuan-perempuan itu mengenakan bucket hat  hanya untuk estetika fashion, bukan untuk fungsinya.

Yakni, menutupi kepalanya agar tak terkena teriknya sinar matahari dan terpaan suhu dingin atau untuk menunjukan identitas tertentu seperti saat polisi atau instansi lain mengenakannya  

Walaupun sebenarnya, mengenakan topi itu sangat mungkin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keduanya.

Awalnya topi dikenakan seseorang hanya sebatas fungeinya saja. Namun kemudian seiring berjalannya waktu, topi menjadi bagian estetika untuk mempercantik diri. 

Sehingga penampilan seseorang yang mengenakannya menjadi lebih menarik, bahkan bisa jadi membuat tampilan penggunanya lebih "chic."

Dan benar saja, setelah saya telusuri awal penggunaan penutup kepala atau topi lewat riset sederhana menggunakan mesin pencari google, topi awalnya digunakan untuk kebutuhan fungsinya yakni melindungi kepala agar tak terkena sengatan teriknya sinar matahari dan terpaan dinginnya suhu udara.

Menurut buku yang ditulis oleh Hilda Amphlett bertajuk: "Hats: A History of Fashion in Headwear"

Konon katanya, topi tercatat pertama kali dikenakan oleh seorang lelaki bernama Otzi yang tubuhnya ditemukan membeku di sebuah gunung pada tahun 3.300 sebelum masehi (SM).

Bentuk topi yang dikenakan Otzi, tampak seperti topi bulu yang sekarang banyak dikenakan penduduk Rusia saat musim dingin.

Keterangan lain menyebutkan, temuan tertua mengenai manusia pertama yang mengenakan topi terlukis pada sebuah makam kuno di Thebe, Mesir Kuno yang berumur 3.200 tahun.

Lukisan tersebut menggambarkan seseorang mengenakan topi berbahan jerami seperti yang dikenakan para pekerja di ladang.

Kemudian, diketahui juga jenis dan bentuk topi berkembang sesuai jaman dan wilayah masyarakat penggunanya yang berhubungan langsung dengan penamaan jenis topinya.

Pada masa Yunani Kuno sekitar 750 SM, topi kala itu biasanya digunakan oleh para pengelana. Bentuknya, bagian atas topi dibuat sesuai ukuran kepala, tepinya melebar dan dilengkapi dengan tali agar bisa ditautkan diantara dagu dan leher.

Pinterest.com/Keely Cosgriff
Pinterest.com/Keely Cosgriff
Topi yang dinamakan Petasos ini digambarkan dalam lukisan dinding di Kuil Pathenon Yunani Kuno yang diilukis oleh Phidias.

Memasuki tahun Masehi, topi berbentuk seperti corong yang awalnya digunakan oleh para budak ditemukan pada tahun 3 Masehi.

Topi yang dinamakan Pilaeus ini biasanya terbuat dari bulu domba dan kulit hewan lainnya, juga dikenakan tentara Romawi sebagai lapisan sebelum mengenakan helm perang.

Lantas, sekitar tahun 300-an saat penguasa Macedonia yang dipimpin Raja Alexandria III menganeksasi wilayah Hindustan dan salah satu yang mereka tinggalkan adalah pengaruh pemakaian topi berbahan dasar bulu hewan.

Bentuknya seperti kue serabi, topi yang kemudian dinamakan Kausia tersebut kini masih dikenakan oleh suku-suku di wilayah Afghanistan.

Dalam perkembangannya ternyata topi juga difungsikan untuk kebutuhan relijius, sekaligus sebagai identitas suatu bangsa.

Sekitar tahun 1130-an, seorang filsuf Yahudi bernama Maimonides kelahiran Cordoba, Spanyol menganjurkan setiap lelaki penganut agama dan berbangsa Yahudi ketika berdoa atau bahkan sehari-harinya mengenakan penutup kepala berdiameter sekitar 15 cm berbahan rajutan  yang menutupi bagian kepala atas.

Topi ini dinamakan Kippah yang hingga kini masih terus dikenakan oleh bangsa Yahudi ketika mereka beribadah.

Selain Kippah, pada abad 13 Masehi topi yang lantas menjadi penanda identitas seseorang adalah topi yang disebut Toque, dengan bahan dasar kain.

Bentuknya seperti silinder biasanya berwana putih. Topi ini kerap digunakan oleh para juru masak untuk menghindari kotoran yang ada di rambut atau mencegah helaian rambut itu sendiri jatuh ke dalam masakan yang tengah diolahnya.

Penutup kepala ini dipopulerkan menjadi topi khas koki oleh Marie Antoine Carerre pada sekitar tahun 1710-an. 

Belakangan, seiring perkembangan jaman Toque dijadikan sebaga standar internasional khusus digunakan para koki.

Memasuki abad pertengahan di Eropa, mulai lah topi dikenakan untuk kebutuhan estetika selain fungsional.

Lebih jauh lagi, topi menjadi bagian penting  bagi para fashionista dari kalangan perempuan bangsawan yang menunjukan kelas sosial seseorang. Pada saat bersamaan, perempuan telah memiliki model topi yang  berbeda dengan para pria. 

Bentuk topi dengan detail lebar di bagian bawah mulai dikenal pada abad ke-19.

Kala itu, desainnya berkembang jadi makin besar dan didekorasi dengan bunga dan pita serta warna-warna yang biasanya senada dengan pakaian yang dikenakannya.

Di Inggris, tradisi mengenakan topi pada saat acara kerajaan dan menonton pacuan kuda bermula di Royal Ascott's.

Tradisi ini bertahan hingga saat ini, makanya kita kerap melihat Ratu Elizabeth II dan Kate Middleton istri Pangeran Williams mengenakan topi berbagai model.

Di sisi lain, topi juga menjadi identitas suatu bangsa, seperti topi Sombrero yang menjadi ciri khas  Meksiko. Dengan bentuknya yang sangat lebar ditepinya.

Sombrero awalnya dirancang untuk penunggang kuda yang sering melakukan perjalanan jauh. Bahannya terbuat dari anyaman dan untuk memastikan saat mengenakannya tak lepas dipasanglah tali yang ditautkan antara dagu dan leher yang disebut barboquejo.

@poltakhotradero/twitter.com
@poltakhotradero/twitter.com
Sepanjang perjalanan keberadaan topi dari awal hingga kini, terdapat model dan bentuk yang dilatari oleh fungsi, latar belakang mengenakannya,  hingga yang benar-benar diciptakan untuk kebutuhan estetika.

Mungkin saat ini, ada puluhan model dan jenis topi yang dikenakan oleh berbagai kalangan masyarakat.

Mulai dari topi baseball, bowler, beret, fendora, cocktail, deerstalker, cowboy, hingga bucket hat yang kembali populer dan mendapat tempat di hati para pecinta fashion.

Salah satu model topi yang paling banyak digunakan dan dikenal luas adalah "topi baseball." 

Adidas.com
Adidas.com
Model topi yang tak lekang oleh jaman ini merupakan pengembangan dari model topi Brooklyn yang pertama kali diciptakan pada tahun 1860.

Baseball cap ini biasanya menjadi salah satu fashion item yang sangat populer di industri fashion global dan menjadi simbol uniseks.

Sedangkan "Bucket Hat" yang kini lagi hype itu, dipopulerkan kembali oleh Rihanna saat gelaran fashion yang membawa nama merk Fenty miliknya pada tahun 2020 lalu.

American-today.com
American-today.com
Bucket hat ini menurut beberapa sumber bacaan yang saya dapatkan pertama kali digunakan oleh para petani dan nelayan di Irlandia pada awal abad ke-19.

Bahkan topi tersebut sempat disebut "topi rakyat Irlandia." Sebelum ramai-ramai dijuluki bucket hat.

Terlepas dari itu, ternyata memang topi memiliki fungsi beragam mulai untuk melindungi kepala dari unsur-unsur cuaca, untuk alasan relijius, keagamaan, identitas juga sebagai asesoris fashion yang bernilai ekonomi tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun