Ketiga, UAS berulang kali membuat komentar yang merendahkan agama lain seperti Kristen dengan menggambarkan bahwa salib yang menjadi ikon Umat Kristen adalah tempat bersemayamnya roh jahat.
Keempat, UAS kerap kali meng-KAFIR-kan pemeluk agama lain dalam ceramahnya. Pemerintah Singapura mengklasifikasikan hal tersebut dalam segregasi agama lain, sesuatu hal yang tak boleh dilakukan.
Nah karena dianggap mendukung ajaran ekstremis  dan segregasi agama lain, maka Pemerintah Singapura menolak izin masuk UAS.
Alasan resmi Pemerintah Singapura ini kemudian menjadi polemik lanjutan di Indonesia.Â
Para pihak yang merupakan pendukung dan pengikut  UAS berasumsi bahwa sikap Pemerintah Singapura ini lantaran didorong oleh para "buzzer" yang kerap menyuarakan penolakan terhadap ekstremisme dan radikalisme.
Bahkan asumsi liar yang lebih parah lagi di framing oleh mereka, bahwa ada kelindan antara badan intelejen Indonesia dengan Otoritas Singapura untuk mendiskreditkan UAS melalui kejadian ini dengan alasan politis.
Asumsi dan pendapat yang cukup aneh dan lucu saya kira, untuk mengetahui tindak tanduk dan ceramah-ceramah orang seterkenal UAS ya tak perlu orang jenius untuk melakukannya.
Tinggal buka media sosial terutama Youtube, materi ceramah UAS bisa didapatkan dengan mudah, dan Pemerintah Singapura pasti memahami mekanisme seperti itu, tanpa perlu di pengaruhi oleh pihak manapun.
Dan faktanya memang demikian, mungkin dimata sebagaian masyarakat Indonesia apa yang dianggap Pemerintah  Singapura berbahaya, ya biasa saja.
Tapi seperti kata pepatah "Lain Padang, Lain Pula Belalangnya" kita mesti hormati juga sikap Pemerintah Singapura tersebut, karena dalam prespektif mereka, niatnya baik untuk melindungi warga negaranya dari isu-isu yang bisa menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat Singapura yang majemuk.
Setiap negara memiliki aturan tersendiri untuk urusan memberi izin seseorang masuk ke negaranya  termasuk Indonesia.