Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jokowi Larang Ekspor CPO Secara Total, Akankah Efektif Menurunkan Harga dan Menjaga Minyak Goreng Tak Langka?

23 April 2022   11:48 Diperbarui: 23 April 2022   11:58 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sengkarut minyak goreng yang membuat harganya mahal dan stoknya langka tak juga berujung selama lebih dari 6 bulan, akhirnya membuat Presiden Jokowi harus mengambil langkah drastis, menutup sama sekali ekspor Crude Plam Oil (CPO) dan segala turunannya.

Penutupan keran ekspor ini mulai diberlakukan pada 28 April 2022 mendatang.

Keputusan ini diambil setelah Jokowi bersama kabinetnya melakukan rapat koordinasi tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, terutama untuk mengevaluasi tata niaga minyak goreng di pasar domestik yang benar-benar sudah menyusahkan masyarakat.

"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng," kata Jokowi seperti dilansir CNBCIndonesia.Com,  Jumat (22/04/22).

Ia menegaskan bahwa pemberlakuan kebijakan larangan total ekspor CPO ini akan berlaku hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Untuk itu Jokowi bakal mengawasi , memantau, dan mengevaluasi kebijakan tersebut. Ia beralasan kebijakan tersebut harus diambil agar suplai minyak goreng di pasar dalam negeri bisa melimpah yang pada akhirnya akan memaksa harga jual ditingkat konsumen menurun.

Masuk akal sih, apabila kita mengacu pada teori ekonomi bahwa harga satu komoditas itu sangat dipemgaruhi supply dan demand.

Supply sebuah komoditas banyak dan berlebih di atas demand, maka otomatis harga di pasar pun akan turun. 

Seharusnya itu bisa dilakukan, apalagi Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang tahun 2022 yang baru berjalan satu kuartal ini, Indonesia telah mengekspor 33,647 juta ton CPO dan produk turunannya.

Namun demikian hal ini bisa terjadi, apabila pasar nya efesien dan normal, atau dalam kondisi ceteris paribus.

Akan tetapi jika pasarnya abnormal lantaran ada banyak permainan di dalamnya termasuk "mafia" dan kartel, bisa jadi langkah ini tak akan berjalan efektif sesuai harapan.

Oleh sebab itu kebijakan ini harus secara simultan dilakukan dengan pemberantasan "mafia" dan kartel yang selama ini bermain dalam salah satu produk pangan strategis nasional tersebut.

Di sisi lain, sejumlah pihak seperti GAPKI dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berharap kebijakan larangan ekspor total CPO dicabut kembali karena bisa mengacaukan pasar.

YLKI menyebut kebijakan ini mubazir,karena dalam pandangan mereka larangan ekspor 20 persen saja sudah cukup dengan menggunakan skema Domestic Market Obligation(DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Mungkin YLKI amnesia parsial, saat ini kebijakan DMO dan DPO itu sudah diberlakukan, tetapi haailnya sami mawon dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya, minyak goreng masih saja langka dan jika pun ada harganya mahal.

Selain itu, ranah YLKI kan bukan buat mengomentari tata niaganya tetapi lebih untuk memastikan manfaat komoditas tersebut bagi konsumen dengan harga terjangkau dan mudah didapat, tak seperti sekarang ini.

Sementara GAPKI menyebut kebijakan ini akan memberi dampak negatif terhadap pengusaha kelapa sawit.

Oh iya tentu saja keuntungan para pengusaha dari ekspor memang lebih besar dari memenuhi pasar domestik, tetapi mereka kan tak peduli juga saat rakyat menjerit lantaran minyak goreng langka dan mahal.

Makanya, anggaplah ini sebuah hukuman keras dari pemerintah terhadap para pengusaha kelapa sawit yang selama ini egois mementingkan kepentingannya sendiri, asal cuan tak peduli rakyat menjerit.

Toh mereka selama ini juga sudah banyak diuntungkan dengan berbagai kebijakan pemerintah terkait tata niaga kelapa sawot, seperti dalam Program Biodiesel B30.

Jadi saya rasa keputusan Jokowi melaramg total ekspor CPO dan turunannya ini sudah benar dan diharapkan mampu menjaga stok komoditas tersebut dan bisa didapat dengan harga murah.

Pertanyaannya apakah dengan kebijakan ini harga minyak goreng akan serta merta turun sebelum lebaran tiba?

Saya kira sih belum, para produsen kelapa sawit akan berusaha melawan kebijakan ini dengan berbagai cara mungkin, dengan menghentikan produksi mereka sehingga stok minyak goreng akan tetap kurang dan harganya menjadi mahal.

Jika ini terjadi pemerintah juga bisa saja mencabut izin usaha dan mencabut konsesi lahan mereka.

Harapannya Pemerintah jangan kalah lagi, kuat-kuatan saja, toh mereka juga butuh cashflow untuk menggulirkan operasional perusahaanya.

Tanpa berproduksi darimana mereka bisa memilki pendapatan. 

Nantinya sangat mungkin kebijakan ini dicabut setelah pemerintah mengatur ulang tata niaga minyak goreng ini dengan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun