Itu pun seperti dilansir sejumlah media bisnis, dana kelolaannya hanya tersisa Rp. 1,6 miliar saja. Jumlah yang sangat mini untuk ukuran unit reksadana.
Kondisi buruk di salah satu anak usaha Paytren ini tentu saja akan berdampak serius terhadap keseluruhan manajemen Paytren.
Namun, sejauh mana dampak buruk itu berimbas pada keuangan Paytren secara keseluruhan hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pengelolanya.
Sungguh disayangkan kondisi memburuk yang dialami Paytren-nya Yusuf Mansur ini. Padahal jika mengacu pada popularitasnya, Paytren sudah sangat tersebar bukan hanya di Indonesia bahkan hingga ke mancanegara mulai dari Malaysia, Hongkong, Timur Tengah hingga Eropa dan Amerika Serikat.
Tapi ya itu lah jika perusahaan investasi dikelola dengan cara kurang prudent, apalagi kemudian Yusuf Mansur yang identik dengan Paytren beberapa kali digugat atas aksi-aksi investasinya yang terkesan serampangan.
Salah satunya, saat ia digugat Rp98,7 triliun ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan ingkar janji atau wanprestasi terhadap Zaini Mustofa.
Sebelum itu, Yusuf digugat oleh 12 orang atas tuduhan yang sama, yakni wanprestasi.
Sehingga kemudian isu-isu negatif  tersebut berimbas terhadap  Paytren. Bahkan isu sistem bisnis Paytren tak lebih dari money game sempat menyeruak ke ruang publik.
Isu ini memang kemudian ditepis  oleh Yusuf Mansur dan para pengelolanya. Mereka menegaskan Paytren aplikasi pembayaran dengan menggunakan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang saat itu memang tengah hype di tengah masyarakat.
Tapi ya itulah dalam hal bisnis keuangan seperti Paytren Asset Management, trust adalah kata kuncinya.
Begitu pemilik yang identik dengan merek dagangnya bermasalah, dagangannya pun akan terkena dampaknya.