Paytren sebagai induk usaha  didirikan di bawah PT. Veritra Sentosa Internasional.
Dasar pemikiran pendirian Paytren saat itu sebagai bentuk kontribusi dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Indonesia di era digital saat ini.
Paytren sempat booming dan sangat populer, jika diamati pergerakannya, puncak kejayaan aplikasi ini terjadi pada 2017 hingga 2019.
Bahkan pada tahun 2018  seperti dilansir Kontan.co.id mengutip manajemen Paytren, aplikasi tersebut  memiliki transaksi rata-rata mencapai Rp 7 miliar sampai dengan Rp. 9 miliar setiap harinya.
Saat itu, manajemen Paytren dengan ambisius menargetkan transaksi sebesar Rp. 30 triliun dengan pengguna menembus 10 juta orang.
"Insya Allah target itu bisa dicapai dengan izin Allah tentunya. Dan target total transaksi sebesar Rp 30 triliun hanya untuk layanan uang elektronik di PayTren," kata CEO Paytren Treni Hari Prabowo, Sabtu (12/08/18) lalu.
Hingga Juli 2018 Â jumlah pengguna aktif Paytren sekitar 1,64 juta nasabah. Dengan jumlah pengunduh aplikasi mencapai 4,62 juta kali.
Untuk memenuhi ambisinya tersebut, Paytren kemudian bergerak sangat ekspansif hingga merambah pada pendirian lembaga aset manajemen pada awal 2018 dengan merek dagang Paytren Asset Management.
Produk  dari aset manajemen adalah reksadana yang mengelola uang para investor. Sayangnya perkembangan reksadana syariah yang dikelolanya tak sesuai harapan.
Dua produk Paytren Asset Management yakni PAM Syariah Saham Dana Falah (RDS FALAH) dan PAM Syariah Campuran Dana Daqu (RDS DAQU) dilikuidasi karena dana kelolaannya berada di bawah pagu dasar yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Saat ini yang masih jalan tinggal satu produk reksadana berbasis pasar uang syariah yaitu PAM Syariah Likuid Dana Safa.Â