Lebih dari sepekan agresi militer Rusia dilakukan, kebrutalannya terus bereskalasi menggila. Â Di Kharkiv, Rusia membombardir kota yang berada di wilayah Timur Ukraina ini secara membabi buta.
Tak hanya Gedung Dewan Kota yang dihancurkab, sejumlah bangunan sipil lainnya seperti sekolah, kantor kepolisian, kampus, bahkan rumah sakit tak luput dari hajaran bom Rusia.
Pun demikian di kota lain Chernihiv, dilansir Al Jazeera misil Rusia menghujani kota tersebut dan menghancurkan komplek apartemen sehingga 47 jiwa harus kehilangan nyawanya.
Pasukan Rusia seperti diperintahkan Vladimir Putin merangsek menganeksasi seluruh wilayah Ukraina dengan kekuatan penuh.
Gilanya lagi, pasukan Rusia tak segan-segan berusaha menyerang Reaktor Nuklir terbesar di Eropa di kota Zaporizhzhia agar suplai listrik ke Ibukota Kyiv terhenti.
Rusia menafikan bahwa serangan terhadap reaktor nuklir berpotensi menciptakan katastropi tak berperi, bukan hanya bagi Ukraina tapi seluruh Eropa  bahkan dunia.
Akibat serangan Rusia tersebut, reaktor nuklir terbakar hebat. Terkonfirmasi seperti dilansir sejumlah media internasional satu dari enam reaktor di situs tersebut terbakar.
Unit reaktor yang terbakar itu memang tengah dimatikan lantaran sedang dilakukan pemelharaan, tapi masih ada bahan bakar nuklir di dalamnya.
Konyolnya lagi, pemadam kebakaran Ukraina yang berusaha memadamkan kebakaran tersebut malah ditembaki pasukan Rusia sehingga mereka kesulitan menguasai dan memadamkan si jago merah yang berkobar hebat di reaktor nuklir tersebut.
Terbayang jika kemudian kebakaran tersebut merembet ke unit lain dari reaktor nuklir itu, sehingga menimbulkan kerusakan hebat yang berpotensi radiasi nuklirnya menguar ke udara bebas.
Katastropi radiasi nuklir bakal menghantam Eropa, dan menimbulkan bencana kemanusiaan lain yang berimplikasi sangat panjang.
Sontak saja situasi genting ini memicu kekhawatiran global, bahkan China yang selama ini mengesankan mendukung Rusia meminta semua pihak termasuk Rusia untuk menghentikan serangan terhadap reaktor nuklir tersebut.
"Kami akan mengawasi situasi dan meminta segala pihak untuk menahan diri, menghindari eskalasi, dan memastikan keamanan fasilitas nuklir yang relevan," kata juru bicara Kemlu China, Wang Wenbin, Jumat (04/03/22), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Fakta ini kemudian di bawa ke sidang dewan keamanan PBB, hampir seluruh negara mengutuk serangan Rusia terhadap reaktor nuklir di Zaporizhzhia ini, mereka menyebutnya tindakan Rusia ini sebagai "Nuclear Terrorism"
Namun, Rusia menyebut kejadian tersebut dilebih-lebihkan saja oleh pihak Ukraina. Padahal dunia bisa menyaksikan dengan jelas melalui berbagai siaran televisi internasional, bahwa situasi genting nuklir ini benar adanya.
Laku pasukan Rusia yang membabi buta menghancurkan apapun yang menghalangi strategi mereka untuk segera bisa menaklukan Ukraina ini, seolah mengkonfirmasi tudingan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahwa kejahatan perang telah terjadi di Ukraina dan pelaku utamanya, Vladimir Putin Presiden Rusia.
Menurut catatan Misi Pemantau Hak Azasi Manusia PBB seperti dilansir CNN, Sepekan agresi militer dilakukan Rusia tak kurang dari 752 warga sipil jadi korban.
Korban meninggal 227 orang termasuk di dalamnya anak-anak, sementara yang terluka ringan dan berat mencapai 525 orang.
Apakah memang  benar Putin bisa dikategorikan sebagai penjahat perang akibat lakunya memerintah perang sehingga menimbulkan duka tak berperi di Ukraina?
Seseorang atau sebuah negara dianggap melakukan kejahatan perang apabila melanggar Konvemsi Jenewa yang merupakan serangkaian aturan untuk memperlakukan warga sipil, tawanan perang, dan tentara yang berada dalam kondisi tidak mampu berperang.
Sampai saat ini sudah ada 196 negara yang menandatangani dan meratifikasi Konvensi Jenewa, termasuk Rusia.
Dengan demikian Rusia terikat pada Konvensi Jenewa ini, seharusnya mereka sudah tahu aturan tersebut secara detil dan konsekuensinya jika melanggar Konvensi Jenewa.
Mengutip situs ICRC.Com Penerapan Konvensi Jenewa berlaku pada kondisi:
- Konvensi Jenewa berlaku untuk semua kasus perang yang dideklarasikan oleh pihak-pihak yang bertikai.
- Konvensi ini juga berlaku untuk semua kasus pertikaian bersenjata antara dua atau lebih negara meski tanpa deklarasi perang.
- Konvensi ini berlaku bagi negara yang menandatangani meski negara yang menjadi lawannya tidak menandatangani, tapi aturan ini hanya berlaku jika negara lawan menerima dan menerapkan aturan konvensi.
Kemudian, masyarakat sipil dalam Konvensi Jenewa tak boleh sengaja dijadikan target penyerangan dan mereka harus dilindungi.
Jika yang terjadi sebaliknya, apapun alasannya tindakan tersebut bisa dikategorikan ilegal.
Tentara dan para pelaku aktif perang dilapangan harus mengenakan identitas seperti pakaian yang berbeda dengan warga sipil, dan harus membawa senjata secara terbuka, hal ini untuk menghindari salah sasaran yang menimbulkan kekerasan pada warga sipil.
Infrastruktur sipil, seperti sekolah, rumah sakit, perumahan warga sipil, sumber air bersih, sumber energi seperti aliran listrik  atau ssgala bangunan untuk kebutuhan dasar warga sipil tak boleh diserang.
Dan ada ssjumlah detil lain yang berkaitan dengan petugas kesehatan dan pekerja kemanusian, tahanan perang serta senjata yang digunakan pun diatur dengan jelas dalam statuta Konvensi Jenewa ini.
Terkait senjata yang digunakan, konvensi Jenewa menekankan bahwa penggunaan senjata serupa bom yang berpotensi menimbulkan korban besar harus dihindari.
Padahal kita tahu, sejumlah media internasional mengabarkan bahwa ada indikasi Rusia menggunakan senjata yang dilarang ini.
Mereka menggunakan bom penghisap oksigen atau biasa disebut Bom Thermobaric TOS-1 Buratino saat menyerang Ukraina yang menimbulkan korban sangat masif dan berefek mengerikan.
Apakah dengan fakta -fakta di atas sudah layakah Vladimir Putin dan para petinggi Rusoa lainnya dikategorikan sebagai penjahat perang yang bisa diseret ke pengadilan  kejahatan perang?
Jawabannya tak semudah yang dibayangkan, karena akan banyak urusan politik yang bermain di sana.
Sanggahan pasti akan dilancarkan oleh Rusia dan beberapa negara sekondannya. Kompleksitas masalahnya akan sangat tinggi.
Belum lagi mereka juga akan menggugat aksi negara barat  saat mereka menyerang Irak dan Afganistan yang juga ditenggarai banyak melanggar Konvensi Jenewa.
Terlepas dari komplikasi masalahnya, jelas dan terang bahwa perang itu tak memberikan kebaikan apapun bagi siapapun kecuali segelintir orang.
Tak peduli apapun alasan yang melatari agresi militer oleh satu negara terhadap negara berdaulat lain, itu salah.
Jadi apapun alasannya, tindakan Putin mengobarkan perang dengan melakukan agresi militer ke Ukraina itu tidak dapat dibenarkan, kecuali dicari-cari pembenarannya seperti yang banyak dilakukan oleh para pendukung Putin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI