Belum teratasi kenaikan harga kedua komoditas tersebut, komoditas daging sapi pun ikut-ikutan naik.Â
Seperti kedelai, untuk kebutuhan daging sapi pun akibat ketergantungan terhadap impor. Begitu negara utama eksportir daging seperti Australia mengubah skema perdagangannya karena berbagai sebab, Indonesia langsung terimbas.
Harus ada upaya nyata dari pemerintah agar untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri tak terlalu terkandung pada impor.
Tapi ya seperti kedelai tadi, begitu harga bisa terkontrol. Narasi pemenuhan kebutuhan dalam negeri secara swasembada menguap begitu saja.
Terakhir harga elpiji non subsidi juga ikutan naik, katanya karena imbas perang Rusia vs Ukraina, aneh perangnya aja baru mulai 6 hari lalu, kontrak perjanjian pembelian gas dan minyak mentah biasanya paling cepat untuk 3 bulan.
Dengan demikian seharusnya, kalau pun mau naik yang 3 bulan yang akan datang. Lagpula Indonesia kan juga merupakan salah satu eksportir gas dan minyak bumi.
Artinya dapat juga dong windfall dari kenaikan harga minyak dan gas dunia yang kini menembus angka US$ 100 per barrel.
Kenapa uang yang didapat dari windfall itu tak dipakai untuk mengelola harga elpiji agar tak terjadi kenaikan yang dipasaran hingga Rp.20 ribu/kg.
Dimana pemerintah dalam situasi lonjakan harga berbagai kebutuhan pokok ini?
Perbaiki dong tata niaga berbagai kebutuhan pokok tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H