Kementerian Perdagangan pemilik otoritas regulasi dan pengawas perdagangan berbagai komoditi pokok terlihat kehilangan akal untuk mengendalikan harga dan keberadaan minyak goreng ini.
Mereka malah sibuk berkilah bahwa minyak goreng seharusnya banjir di pasar, tapi fakta dilapangan kan tak begitu.
"Sebenarnya, secara komitmen, pemenuhan ini harusnya banjir terpenuhi dalam jangka waktu sebulan," ujar Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) I Gusti Ketut Astawa, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (01/03/22).
Kemendag sampai terheran-heran mengapa kondisi di lapangan langka dan mahal. Dalam teori dasar ekonomi supply dan demand, ketika stok barang melimpah permintaan biasa saja maka harga barang tersebut seharusnya murah, faktanya tidak begitu, kawan.
Katanya, barang banjir tetapi dipasar langka dan mahal berarti ada yang tak simetris dalam sistem tata niaganya.
Tugas Kemendag bukan "heran" tapi memperbaiki situasi ini, mereka kan memiliki otoritas untuk melakukannya.
Dan ini harus lebih cepat dilakukan mengingat dalam waktu sebulan ke depan, akan memasuki bulan Ramadhan yang secara natural saja tanpa friksi kenaikan harga saja sudah pasti naik lantaran permintaan terhadap barang akan naik.
Pun demikian dengan kedelai, meskipun untuk bahan dasar tempe dan tahu ini berkaitan dengan harga kedelai global, yang tengah mengalami kenaikan lantaran berbagai sebab terutama masalah kekeringan di sejumlah produsen utama kedelai dunia seperti Brazil.
Begitu isu harga kedelai naik, narasi swasembada kedelai mengemuka, tapi begitu harga kembali normal narasi itu kembali tenggalam.
Dari kebutuhan 3 juta ton per tahun, dalam neheri hanya mampu menyediakan 750 ribu kg per tahun, ya wajar saja volatilitas harganya tak bisa terkontrol.
Butuh kerjasama lintas kementerian untuk mengatasi kenaikan harga kedelai yang terjadi setiap tahun ini.