Entah sudah berapa kali saya menulis tentang investasi bodong di blog berjamaah Kompasiana ini, rasanya cukup sering juga.
Sebenarnya untuk menghindari kejeblos investasi abal-abal caranya sangat sederhana. Gunakan akal sehat saat berniat akan berinvestasi atau mengeksekusi tawaran investasi.
Tapi akal sehat atau pikiran logis terkait investasi akan terbentuk manakala memiliki pengetahuan dasar tentang investasi.
Bagaimana kita tahu sebuah tawaran investasi tidak wajar, apabila tidak mengetahui batasan investasi wajar.
Ukuran wajar atau tidak sebuah tawaran investasi merujuk pada imbal hasil yang ditawarkan  dan risiko yang mengiringinya.
Semakin besar potensi keuntungannya, semakin tinggi juga potensi kerugiannya. Semakin kecil potensi keuntungannya, semakin rendah pula potensi kerugiannya.
Benchmark atau patok ukur imbal hasil investasi yang lazim digunakan adalah rata-rata suku bunga Deposito yang dirilis oleh institusi perbankan.
Kenapa deposito menjadi patokan, lantaran instrumen keuangan produk industri perbankan ini dianggap paling aman dan likuid.
Deposito itu sekilas sama saja seperti simpanan, padahal berbeda. Deposito adalah produk investasi yang dikeluarkan oleh industri perbankan.
Mengacu pada definisi deposito menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah simpanan yang hanya dapat dicairkan pada jangka waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu.