Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aturan Baru Jamsostek Bisa Cair Saat Usia 56 Tahun, Diterbitkan Tanpa Komunikasi yang Memadai

12 Februari 2022   07:02 Diperbarui: 12 Februari 2022   08:46 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya dalam beberapa saat ke depan, keriuhan di media sosial tentang Desa Wadas bakal mulai tergeser pemberlakuan aturan baru Menteri Tenaga Kerja terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) atau lebih dikenal Jamsostek para pekerja yang di kelola BPJS Ketenagakerjaan baru bisa dicairkan seluruhnya pada saat pekerja berusia 56 tahun.

Saya masih terus mencari jawaban, lewat berbagai sumber bacaan daring,  apa alasan pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja merilis aturan baru tersebut?

Namun sayangnya, saya tak menemukan ada pejabat pemerintah yang memaparkan alasan dirilisnya aturan baru tersebut.

Atau  mungkin dalam satu atau dua hari ke depan setelah kegaduhan terjadi, pemerintah akan membeberkan alasan mengapa aturan baru itu keluar, ajaib memang harus nunggu gaduh dulu.

Apakah ini ada hubungannya dengan sustainability pengelolaan dananya yang merupakan tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan atau ada alasan lain.

Tentunya, sebuah aturan diubah ada dasar pemikiran dan alasan yang melatarinya, tak hanya sekedar untuk iseng menggoda para pekerja, yang uang gajinya dipotong untuk itu.

Artinya pemerintah pastinya memiliki alasan dan itu harus dijelaskan kepada masyarakat.

Mengapa aturan itu dirubah dan kenapa harus sampai usia peserta 56 tahun, cacat seumur hidup atau meninggal dana JHT miliki pekerja itu baru bisa dicairkan secara penuh.

Sementara menunggu penjelasan Pemerintah, para pekerja cry out loud di media sosial mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap aturan baru tersebut.

Bahkan petisi lewat situs Change.org  untuk meminta aturan yang baru saja disahkan itu dibatalkan menggema.

Dalam waktu beberapa jam saja, saat tulisan dibuat tak kurang dari 12.000 akun yang menandatangani permintaan pembatalannya. 

Aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 2 tahun 2022 tentang  Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Menurut yang tertulis dalam Pasal 3 Permenaker nomor 2/2022  disebutkan 

"Manfaat Jaminan Hari Tua bagi peserta yang mencapai usia pensiun. Diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 tahun"

Di pasal lain yakni Pasal 5 secara eksplisit juga dituliskan batasan usia 56 tahun untuk mencairkan manfaat JHT milik pekerja, seperti yang saya kutip dari Kompas.TV.

"Manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun."

Dalam Pasal 4 Permanaker 02/2022 ini dituliskan "Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ternasuk  juga Peserta yang berhenti kerja"

Jadi, jika seorang pekerja berhenti bekerja pada saat dirinya berusia 40 tahun, agar bisa mencairkan dana JHT-nya ia harus menunggu selama 16 tahun.

Di sini juga tak dijelaskan, apakah selama 16 tahun menunggu itu misalnya, uang miliknya akan bertambah sesuai perhitungan investasi 16 tahun kemudian, atau tetap di angka saat ia berhenti bekerja.

Asumsinya, PT. BPJS Ketenagakerjaan memutar dana kelolaan dalam skema investasi seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang  BPJS Ketenagakerjaan termasuk uang milik pekerja yang sudah berhenti

Seandainya tetap di angka yang sama, lantas kemana hasil investasinya? 

Ingat dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan hingga Agustus 2021 saja jumlahnya lebih dari seperlima APBN Indonesi, yakni sebesar Rp. 514,71 triliun.

Hal -hal seperti ini harus dijelaskan agar tak menimbulkan sakwasangka sehingga menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.

Seharusnya ketika sebuah aturan yang sensitif seperti Permenaker 02/2022 ini diterbitkan, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjelaskannya secara detil kepada masyarakat lengkap dengan alasannya.

Bukan ujug-ujug, diterbitkan begitu saja. Saya tak yakin sosialisasi aturan baru ini telah disampaikan kepada para stakeholder terutama para pekerja yang gajinya setiap bulan dipotong untuk mendapat manfaat JHT.

Kenapa saya tak yakin sudah disosialisasikan, faktanya ketika aturan baru ini terbit semua stakeholder kecuali regulator terkaget-kaget dengan aturan baru Kemenaker ini.

Sekali lagi, setelah berulang kali terjadi sebuah kebijakan tak dikomunikasikan dengan baik oleh Pemerintah Jokowi jilid 2 kepada para pemangku kepentingan yang terdampak oleh aturan baru ini.

Tak heran, kegaduhan akan kembaki terjadi gugat menggugat atau lebih parahnya lagi hal ini bakal memicu aksi unjuk rasa para buruh yang paling terkena dampak aturan baru Menaker tersebut.

Memang tak berminat yah negara ini tenang, bisa menyelesaikan berbagai urusan tanpa harus ribut-ribut.

Masa mau begini terus sih, enggak bisa kah berdialog terlebih dahulu sebelum membuat aturan baru.

Jika sudah, sampaikan hasbabul nujub-nya aturan itu dibuat sehingga masyarakat terdampak paham dan bisa memahami dampak dari aturan baru tersebut bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun